Materi Pendidikan IPS SD (PGSD'14 Undiksha)



2.1 PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dapat (paling tidak sedikit) meramalkan hasil pendidikan/pengajaran yang diharapkan karena ia menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik.
 Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung berubah.
Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen kurikulum yakni:
1.         Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa.
2.         Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran.
3.         Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
4.         Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
5.         Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.

2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006 serta kurikulum 2013.
b)    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
1)      Kerangka dasar dan struktur kurikulum,
2)      Beban belajar,
3)      Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
4)      Kalender pendidikan.

1)      Tujuan diadakannya KTSP
a)      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b)      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c)      Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa (2006: 22-23)
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut :
a)      Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b)      Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
c)      Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
d)     Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
e)      Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f)       Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu pendidikan.
g)      Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang berubah secara cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut.
a)     Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b)    Beragam dan terpadu.
c)    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d)    Relevan dengan kebutuhan.
e)    Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja.
f)     Menyeluruh dan berkesinambungan.
g)    Belajar sepanjang hayat,
h)      Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.

2)      Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut.
a)      Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b)      Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c)      Kalender pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.
d)     Struktur muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas.
·         Mata pelajaran
·         Muatan lokal
·         Kegiatan pengembangan diri
·         Pengaturan beban belajar
·         Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
·         Pendidikan kecakapan hidup
·         Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e)      Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
f)       Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.

2.2.4 Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1)              Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;
2)              Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3)              Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1)         Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2)         Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3)         Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
4)         Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5)         Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
6)         Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
7)         Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsungPenilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan .
8)         kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

2.3 Pengembangan Kurikulum IPS SD di Indonesia
Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dassar tahun 2006 yang ditetepakan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mempunyai karakteristik tersendiri karena kurikulum IPS yang mulai berlaku tahun ajaran 2006 itu tidak menganut istilah pokok bahasan, namun cukup simpel,yakni Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya dan jam pelajarn relatif lebih sedikit per minggunya. Kesemuanya ini memberikan peluang yang luas bagi guru sebagai pengembang kurikulum untuk berkreasi dalam pengembangan kurikulum yang mengacu pada pembelajaran IPS yang PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan). Di tangan gurulah, kurikulum ini dapat hidup dan berkembang.
Kurikulum Pendidikan IPS SD tahun 2006 bersifat hanya memberi rambu-rambu untk kedalaman dan keluasan materi dalam mencapai kompetensi dasar yang diharapkan, di sini aspirasi setempat (muatan lokal) dapat dituangkan dalam proses pembelajaran IPS Terpadu. Di dalam kompetensi dasar, terdapat kata kerja operasional  yang menunjukan cara pembelajaran yang disarankan. Apabila ditelaah maka kata kerja operasional tersebut mengacu pada cara belajar aktif, misalnya membuat, menunjukan, menceritakan, mencari, menggunakan, mengamati, dan menggambar.
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar terdiri dari materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Materi IPS SD tidak nampak secara nyata, namun terata secara terpadu dalam standar kompetensi yang dimulai sejak kelas satu sampai dengan kelas enam. Pembelajaran IPS pada kelas 1 sampai kelas 6 dilaksanakan melalui pendekatan pembelajaran.
·         Kurikulum 2006 tertata dalam standar kompetensi tertata dalam kompetensi dari kelas 1 sampai kelas 6. Kurikulum 1994 materi pelajaran ditata lebih terpadu dan sederhana. Kolerasi dalam berbagai ilmu atau disiplin ilmu penunjang daripada kurikulum 1986.
·         Kurikulum 1968 materi IPS masih bersiri sendiri-sendiri secara terpisah antara Ilmu Bumi, Sejarah, dan Pengetahuan Kewarganegaraan.
·         Kurikulum 1975 Pendidikan Kewarganegaraan dalam IPS mulai dipisahkan menjadi bidang studi sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila.
·         Kurikulum 1994  PMP dan IPS tetap terpisah, PMP diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) kelas 1 sampai dengan kelas 6. pelajaran IPS diajarkan sejak kelas 3 SD.

1.     Ditinjau dari tujuan kurikuler :
Kurikulum 1964 dan 1968 menekankan unsur tujuan Pendidikan Kewargaan Negara/  Moral. Unsur tersebut dalam kurikulum1975, 1986, 1994 terwadahi dalam bidang studi PMP/ PPKN.
 
2.     Ditinjau dari segi penyusunan tujuan kurikuler :
Kurikulum 1994 sama dengan kurikulum1986 yakni 4 tujuan kurikuler IPS, masing-masing satu tiap kelas dan 3 tujuan kurikuler Sejarah Nasional masing-masing satu tiap kelas.

3.     Ditinjau dari segi lingkup bahan pengajaran :
-          Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan spiral (lingkup terdekat-luas). Pendekatan ini juga berlaku untuk kurikulum sebelumnya.
-          Khusus Sejarah Nasional menggunakan pendekatan periodisasi (zaman kuno- sejarah kontem porer).
-          Kurikilum 1994  materi sejarah  nasional ditambah ditambah sejarah lokal.
-          Kurikulum 1986 disamping sejarah nasional ditambah PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa )

4.     Dari materi Kurikulum
-          Kurikulum 1964 sd 1986 materinya semakin padat dan sarat .
-          Kurikulum 1994  materi mulai di sederhanakan ,pengembangan  materi  diserahkan kepada guru .
-          Kurikulum 1964  ada 18 pokok bahasan
-          Kurikulum 1968 ada 19 pokok  bahasan
-          Kurikulum  1975 ada  29 pokok bahasan
-          Kurikulum 1986 ada  39 pokok bahasan
-          Kurikulum 1994 ada 29 pokok bahasan

5.     Dari segi alokasi waktu
-          Kurikulum  1986 dengan kurikulum 1994  tidak mengalami perbedan.
-          Kurikulum  IPS  2006  relatif lebih sedikit  yakni  3 jam  dalam  1 minggu.
-          Perbedaan yang esensial  terletak pada jumlah  pokok bahasan. Kurikulum  1986 sarat dan padat materi,sehingga kedalaman materi kurang.
-          Kurikulum 1994 kedalaman dan keluasan  diserahkan kepada  guru selaku pengembang dan Kurikulum  2006 lebih simpel lagi.

2.4 Pembahasan didalam Kurikulum 2013
                Perubahan kurikulum mulai dari Sekolah Dasar, hingga Sekolah Menengah Atas, dilakukan untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar para generasi muda mampu bersaing di masa depan.
                Kurikulum baru di SD menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio yang saling melengkapi. Di dalam Kurikulum 2013 ada beberapa berubahan ada beberapa yang berubah dari kurikulum sebelumnya, diantaranya :
1.         Pelajaran berbasis tematik
Pada kurikulum sebelumnya, pelaksanaan pelajaran berbasis tematik hanya pada kelas rendah, dan di kelas tinggi setiap mata pelajaran terkesan berdiri sendiri. Namun, untuk kurikulum 2013 ini anak – anak SD tidak lagi mempelajari masing – masing mata pelajaran secara terpisah, namun pembelajaran berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar menygyhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian di kombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.

2.         Hanya ada 6 mata pelajaran
Pada kurikulum sebelumnya, untuk tingkat Sd ada 10 mata pelajaran yang diajarkan yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargaeagaraan, Bhasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Jasmani dan Kesehatan, serta Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Sedangkan, pada kurikulum baru mata pelajaran untuk anak SD yang semula berjumlah 10mata pelajaran dipadatkan menjadi 6 mata pelajaran yaitu. Agama, PPkn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni Budaya.

3.         Pramuka menjadi ekskul wajib
Untuk Pramuka sendiri dalam kurikulum 2013 akan menjadi ekskul yang wajib untuk semua jenjang, termasuk juga di dalamnya jenjang Sekolah Dasar.

4.         Bahasa Inggris hanya sebagai kegiatan ekskul
Bahas Inggris yang dihapus pada kurikulum 2013 ini telah menjadi polemik. Rencana penghapusan ini didasari kekhawatiran akan membebani siswa dan memprioritaskan terhadap penguasaan Bahasa Indonesia. Namun untuk kurikulum 2013 di tingkat SD Bahasa Inggris termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler bersama dengan Palang Merah, UKS, dan Pramuka.

5.         Mapel IPA dan IPS diintegrasikan dengan 6 mapel lain.
Empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, muatan lokal dan pengembangan diri, pada kurikulum 2013 di SD akan diintegrasikan dengan 6 mata pelajaran lainnya. Untuk mata pelajran IPA akan menjadi materi pembahasaan pelajaran Bahas Indonesia dan Matematika. Mata pelajaran IPS akan menjadi pembahasan materi Bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sedangkan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni  Budaya.

6.         Belajar di sekolah lebih lama.
Kurikulum 2013 ini justru membuat lama belajar anak disekolah bertambah. Metode baru pada kurikulum ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajran dan mengobservasi setiap temanya.

1.2      Materi IPS yang Diajarkan dalam Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1)         Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
2)         Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri.
3)         Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1)         Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2)         Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3)         Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
4)         Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5)         Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
6)         Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
7)         Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
8)         Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1)       Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
2)       Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan.
3)       Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
4)       Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5)       Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
6)       Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya.
7)       Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8)       Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan..
9)       Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
10)   Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11)   Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1)       Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
-          Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
-          Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
-          Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2)       Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3)       Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4)       Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember 2013
5)       Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016

Berikut materi IPS SD yang diajarkan pada kurikulum 2013 pada masing-masing kelas adalah :
1.       Pada kurikulum 2013 di kelas I dan II SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu pada pendidikan karakter seperti bagaimana cara menghargai keberagaman penduduk, budaya, agama dan ras di Indonesia; mengajarkan siswa agar berbudi pekerti yang luhur; mengajarkan siswa bagaimana cara yang baik dalam kehidupan sosial; serta mengajarkan siswa bagaimana berperilaku yang baik dan benar.
2.       Untuk kelas III SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : mengenal lingkungan sekitar, membuat denah lingkungan, pentingnya bekerja sama, jenis-jenis pekerjaan, kegiatan jual beli, dan mengenal uang.
3.       Pada kurikulum 2013 di kelas IV SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu pada pendidikan karakter dengan materi seperti berikut : menghargai kebhinekatunggalikaan dan keberagaman agama, suku bangsa; menyajikan bentuk-bentuk kepatuhan terhadap kebiasaan, tata tertib,tradisi, dan adat dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar; mengelompokkan identitas suku bangsa ( pakaian tradisional, bahasa, pakaian adat, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), social ekonomi ( pekerjaan orang tua), di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar; mengetahui keteladanan proklamator kemerdekaan RI melalui pengamatan; menunjukkan keteladanan tokoh proklamator kemerdekaan RI dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan setempat; menerima tempat tinggal dan lingkunyannya sebagaibagian NKRI (misal:empati terhadap kehidupan sekitarnya).
4.       Materi IPS yang diajarkan kepada siswa kelas V SD pada kurikulum 2013 adalah menunjukan prilaku cinta tanah air dan bangga pada produk Indonesia, memahami nilai-nilai kesejarahan kerajaan-kerajaan pada masa kerajaan Hindu, Budha, dan Islam melalui bacaaan dan pengamatan; melaksanakan hak dan kewajiban (bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum) sebagai warga negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan UUD 1945; memahami keragaman agama, sosial dan budaya dalam bingkai kebinekaan; Menghargai perilaku beriman dan bertaqwa dalam kehidupansehari-hari melalui kegiatan ibadah dankegiatan sekolah; Menyajikan berbagai permasalahan sosial di lingkungan sekitar (kabupaten/kota, provinsi) melalui gambar, video, atau cerita; Menerima keputusan atas dasar kesepakatan (musyawarah mufakat) ; Menghargaikebhinnekatunggalikaan produk budaya;Menunjukkan perilaku cinta tanah airIndonesia dan banggaterhadap produk Indonesia; Mengetahui keanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika melalui pengamatan; Meneladani tokoh (pahlawan) yang berperan dalam perjuangan menentang penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia
5.       Untuk kelas VI SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial, benua-benua di dunia, gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara tetangga, perananan Indonesia pada era global, serta kegiatan ekspor impor.


A.    Pengertian RPP dalam perencanaan pembelajaran IPS di SD
1.     Pengertian dan Fungsi RPP
Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun sebaga pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan berdasarkan silabus. Silabus adalah rancangan program pembelajaran satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk untuk mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. (Dr. Wina Sanjaya, 2009).
                Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan ke­giatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
2.     Komponen-Komponen RPP
            Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran minimal ada lima komponen        pokok yaitu:
1.       Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai atau dikuasai oleh siswa. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, yang harus dlakukan oleh guru adalah menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK/KD) menjadi indikator hasil belajar. Indikator hasil belajar adalah pernyataan prilaku yang memiliki dua syarat utama, yakni bersifat obervable dan berorientasi pada hasil belajar.
2.       Materi/isi
Materi/isi pelajaran berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3.       Strategi dan metode pembelajaran
Strategi adalah rancangan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu; sedangkan metode adalah cara ang digunakan untuk mengimplementasikan strategi. Strategi dan metode pembelajaran harus dirancang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Satu hal yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran adalah strategi dan metode itu harus dapat mendorong sswa untuk beraktifitas sesuai dengan gaya belajarnya. Sejumlah prinsip seperti yang dijelaskan dalam PP No 19 tahun 2005 adalah proses pembelajaran harus diselenggarakan secara interaktif, insfiratif, menyenangkan, memberikan ruang yang cukup untuk bagi pengembangan prakarsa, kretaivitas sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
4.       Media dan sumber belajar
Media dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan sumber belajar adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang harus dipelajari sesuai dengan materi pelajaran. Penentuan media dan sumber belajar harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan karakteristik daerah.
5.       Evaluasi
Evaluasi diarahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap siswa. Untuk alat evaluas selain tes ada juga non tes dalam bentuk tugas, wawancara, dan lain sebagainya.

B.      Perbedaan RPP KTSP dan RPP kurikulum 2013  di SD
Kurikulum 2013 sudah di implementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 juli 2013. Perbedaan kurikulum 2013 dengan KTSP, sebagai berikut:

NO
Kurikulum 2013
KTSP
1
SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui permendikbud No.54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar isi, yang berbentuk kerangka dasar kurikulum, yang dituangkan dalam permendikbud No. 67, 68, 69, dan 70 tahun 2013.
Standar isi ditentukan terlebih dahulu melalui permendiknas  No. 22 tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL melalui permendiknas  No. 23 Tahun 2006.
2
Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Lebih menekankan pada aspek pengetahuan
3
Dijenjang SD tematik terpadu untuk kelas  I-IV
Di jenjang SD tematik terpadu untuk kelas I-III
4
Jumlah jam pelajaran perminggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP
Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaraan lebih banyak dibanding dengan kurikulum 2013
5
Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK di lakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi.
6
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran
TIK sebagai mata pelajaran
7
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil
Penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan

8
Pramuka menjadi ekstra kulikuler wajib
Pramuka bukan ekstra kulikuler wajib
9
Permintaan (penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
Penjurusan mulai kelas IX
10
BK lebih menekankan pengembangan potens siswa
BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa
2.1 Pengertian Strategi Pembelajaran IPS di SD
Strategi pembelajaran merupakan suatu cara atau pola yang digunakan oleh guru di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Dalam pola tersebut tentu terkandung bentuk- bentuk rangkaian perbuatan atau kegiatan guru dan siswa yang mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran  (Raka Joni, 1980).
1.1     Pembelajaran Nilai Dan Keterampilan Sosial
Dalam pengertian sehari-hari nilai diartikan sebagai harga (taksiran harga), ukuran, dan perbandingan dua benda yang dipertukarkan. Nilai juga bisa berarti angka kepandaian (nilai ujian, nilai rapor), kadar, mutu, dan bobot. Dalam sosiologi, nilai mengandung pengertian yang lebih luas daripada Pengertian sehari-hari.Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan, yang dicita-citakan, dan dianggap penting oleh warga masyarakat.Nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai social itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama.
Jadi Keterampilan sosial, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain, kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain dapat menimbulkan rasa tertekan dan keterpencilan sosial. Disamping itu keterpencilan sosial dapat pula menjadi sebab depresi terselubung. Misalnya berada diantara lingkungan sosial yang baru, dan belum mengenal seluk beluk adat setempat membuat seseorang mersa terpencil, dan mengakibatkan ragu-ragu, rasa rendah diri, takut, cemas, dan sebagainya. Keterpencilan sosial banyak diderita oleh seseorang yang berada di lingkungan yang jauh dan segalanya serba asing Misalnya guru yang bertugas di desa terpencil yang jauh dari kampung halaman dan keluarganya, akan merasa terpencil manakala ia tidak mampu mengembangkan keterampilan sosialnya. Oleh karena itu seseorang yang memiliki keterampilan sosial, dimanapun ia berada akan merasa nyaman. 



Klp 6
2.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai ‘perantara’ atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi bahan belajar). Sedangkan Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran. Penyampaian materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah bahwa siswa terlalu banyak menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar mengajar yang tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan memperbesar peluang terjadinya verbalisme. Media yang difungsikan sebagai sumber belajar bila dilihat dari pengertian harfiahnya juga terdapat manusia didalamnya, benda, ataupun segala sesuatu yang memungkinkan untuk anak didik memperoleh informasi dan pengetahuan yang berguna bagi anak didik dalam pembelajaran.
Sasaran penggunaan media adalah agar anak didik mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,. Dengan demikian mereka dengan mudah mengerti dan mamahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada mereka. Dapat dikatakan bahwa media merupakan alat yang memungkinakn anak muda untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat untuk mengingatnya dalam waktu yang lama dibangdingkan dengan penyampaian materi pelajaran dengan cara tatap muka dan ceramah tanpa alat bantuan. Cara memilih media pembelajaran yang tepat:
a. dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien
b. dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
c. dapat melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda
d. tidak memilih media hanya dikarenakan media tersebut baru, canggih dan populer.
Alasan-alasan pentingnya media dalam proses belajar mengajar :
1. Dalam proses belajar mengajar akan lebih berhasil apabila anak proaktif dalam proses pembelajaran tersebut..
2. Jumlah informasi yang didapat seseorang rata-rata melalui media indra.
3. Pengetahuan yang dapat diingat seseorang, antara lain bergantung pada melalui indra apa ia memperoleh pengetahuannya.
Media yang akan digunakan harus memperhatikan beberapa ketentuan dengan pertimbangan bahwa penggunaan media harus benar-benar berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas pemahaman siswa.
FUNGSI DAN TUJUAN MEDIA PEMBELAJARAN
Secara umum, media pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.      Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam  bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2.    Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a.   Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b.  Obyek yang kecil bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun secara verbal.
e.   Obyek yang terlalu kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain.
f.  Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar, video, dll.
3.      Mengatasi sikap pasif siswa. Media pembelajaran bisa berperan:
a.    Menimbulkan kegairahan belajar siswa
b.   Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
c.   Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
d.   Dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang berbeda, akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan siswa.
2.2 Nilai dan prinsip pemanfaatan media dalam pembelajaran IPS
                Nilai-nilai dalam media pembelajaran IPS :
a.       Memungkinkan anak berinteraksi secaralangsung dengan lingkungannya.
b.       Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.
c.       Membangkitkan motivasi belajar.
d.       Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
e.     Menyajikan pesan atau informasi secara serempak bagi seluruh anak.
f.     Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
g.     Mengontrol arah dan kecepatan anak.
2.3 Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media                          
Setelah kita menentukan pilihan media yang akan kita gunakan, maka pada akhirnya kita dituntut untuk dapat memanfaatkanya dalam proses pembelajaran. Media yang baik, belum tentu menjamin keberhasilan belajar siswa jika kita tidak dapat menggunakannya dengan baik. Untuk itu, media yang telah kita pilih dengan tepat harus dapat kita manfaatkan dengan sebaik mungkin sesuai prinsip-prinsip pemanfaatan media.
Ada beberapa prinsip umum yang perlu kita perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran, yaitu :
a.     Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu jenis media yang cocok untuk semua segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan belajar. Ibaratnya, tak ada satu jenis obat yang manjur untuk semua jenis penyakit.
b.     Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan tidak akan memperjelas pelajaran. Oleh karena itu, gunakan media seperlunya, jangan berlebihan.
c.     Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih baik menggunakan media yang sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita terheran-heran pasif.
d.     Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran. Tentukan bagian materi mana saja yang akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan teknik penggunaannya.
e.     Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja. Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu muncul setip kali guru menggunakan media. Penggunaaan media yang sembarangan, asal-asalan, “daripada tidak dipakai”, akan membawa akibat negatif yang lebih buruk daripada tidak memakainya sama sekali.
f.     Harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media. Kurangnya persiapan bukan saja membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien, tetapi justru mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.

2.3  Macam-macam media pembelajaran IPS
                Banyak sekali media yang dapat dipakai dalam kegiatan pembelajaran, termasuk didalamnya kegiatan pembelajaran dalam pengajaran Pendidikan Ilmu Sosial. Dengan keanekaragaman media ini maka terdapat berbagai cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan klasifikasi media, atas dasar kategori-kategori tertentu. Misalnya saja media itu dapat diklasifikasikan menjadi :
  1. Media cetak dan non cetak
  2. Media elektronik dan non elektronik
  3. Media proyeksi dan non proyeksi
  4. Media audio, visual dan audio-visual
  5. Media yang sengaja dirancang (by design) dan media yang dimanfaatkan (by utilization)
Satu hal yang perlu diketahui, bahwa hingga saat ini belum ada taksonomi yang sifatnya baku dan berlaku umum. Yang jelas bahwa klasifikasi jenis-jenis media ini akan sangat dipengaruhi oleh tujuan klasifikasi itu sendiri.
                Sebagai gambaran berikut ini dikemukakan beberapa dari usaha mengklasifikasikan media yang dilakukan atau dibuat oleh beberapa ahli. Rudy Bretz (1971) membuat klasifikasi media atas dasar ciri utamanya menjadi 3 unsur pokok yaitu suara, bentuk visual dan gerak. Disamping itu dia juga mengadakan klasifikasi anatar media rekaman dan media telekomunikasi (transmisi). Atas dasar 2 hal diatas, maka dia menemukan 7 klasifikasi media yaitu: media audio, media gerak, audio visual diam, audio visual gerak, visual gerak, visual diam. Audio dan media cetak.
                Wilbur Schramm (1977) mengklasifikasikan media berdasarkan kompleksitas dan besarnya biaya, menjadi 2 kelompok yaitu media besar (big-media) dan media kecil (little-media). Ia juga mengklasifikasikan media atas dasar daya jangkau dan liputannya menjadi: (1). Media yang luas dan serentak meliputi banyak audience seperti TV, Radio, (2). Media yang terbatas liputannya seperti: film, slide, kaset, video, dsb. dan (3). Media untuk belajar secara individual (mandiri) seperti: buku, model, program belajar dengan komputer (Computer Assisted Instruction: CAI).

2.4  Kriteria Pemilihan Media Pengajaran IPS
1.     Media yang digunakan dalam pengajaran IPS harus dapat mencapai tujuan pelajaran secara efektif.
2.     Media yang digunakan dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis bagi siswa.
3.     Media yang digunakan dapat melayani kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
4.     Media yang digunakan tidak karena alat itu biasa atau canggih, melainkan kebermaknaanya dalam proses pembelajaran.
5.     Media yang digunakan tidak benar-benar bisa dioperasikan oleh guru.
6.     Media yang digunakan hendaklah mudah untuk diperoleh dan murah harganya, setidaknya sesuai dengan kemampuan sekolah untuk mengadakannya.

2.5 Pemanfaatan Media Massa sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet). Media massa dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakekatnya merupakan representasi audio-visual masyarakat itu sendiri. Sehingga fenemona faktual yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung (live) diliput dan ditayangkan media massa (melalui siaran televisi atau radio, misalnya). Pemanfaatan media massa artinya penggunaan berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik untuk tujuan tertentu-yang dalam kajian ini disebut sebagai sumber pembelajaran IPS.
                Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS secara optimal dan efektif sehingga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu :
1.     Media massa dapat memperbaiki bagian konten dari kurikulum IPS;
2.     Media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; dan
3. Media massa dapat digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial.(Clark, 1965 : 46-54).
Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS di tingkat persekolahan, maka menurut Rakhmat (1985 : 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfatan media massa, yaitu :
1.     Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik.
2.     Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa.
3.     Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa dan
4.     Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.
Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di kelas adalah sebagai berikut:
1)      Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama.
2)      Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
3)      Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
4)      Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
5)      Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan                    
6)      Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan.
7)      Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8)      Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar.
                                                         


2.6  Penggunaan Media Pengajaran IPS
Suatu masalah atau tujuan pembelajaran dapat ditangani dengan bantuan media ganda (the multimedia approach). Namun, seperti yang telah kita bahas media pembelajaran haruslah dapat mengefektifkan, mengefisienkan, memperkenalkan, dan memperluas cakrawala pandangan serta memperkaya khasanah pengajaran IPS.
Daftar media pengajaran.
1. Papan tulis
Saran dalam penggunaan papan tulis :
a)      Rancang dengan baik isi dan pola bahan belajar yang akan ditulis,
b)      Hindari menuliskan ikhtisar dan sajian yang panjang,
c)      Usahakan agar papan tulis tidak terlalu penuh berjejal dengan tulisan,
d)      Tulisan dan gambar harus cukup besar supaya dapat terilihat jelas dari belakang.
Kita juga harus memikirkan letak papan tulis di kelas. Sebaiknya papan tulis diletakkan di depan kelas bagian tengah. Selain itu, sewaktu kita menghadap papan tulis sebaiknya tidak berbicara.
2. Papan pamer
                Isi papan pamer seharusnya mendorong siswa untuk berdiskusi, penuh informasi yang menantang, dan dapat memperkaya bahan belajar IPS. Keterlibatan siswa sangat penting sekali dalam pembuatannya. Disamping itu, hal ini pun secara tidak langsung mendorong kreatifitas siswa.
3. Media pengganda
                Tugas utama dari media pengganda adalah menunjang media pembelajaran lainnya supaya kegiatan belajar mengajar lebih bermakna. Yang digandakan adalah bahan belajar IPS yang tidak terdapat dalam buku pelajaran.
4. Buku-buku
Buku-buku yang ada perlu ditelaah terlebih dahulu, dengan rambu-rambu :
a) sudah mendapat pengesahan dari Depdikbud;
b) isi buku menunjang pencapaian tujuan pengajaran;
c) isinya jelas dapat dipercaya kebenarannya, tepat, dan tidak ketinggalan zaman;
d) tidak menyinggung masalah SARA;
e) gayanya jelas, menarik, merangsang berpikir, dan sesuai dengan kemampuan siswa;
f) ilustrasi, peta, gambar, foto tepat, jelas, menarik, dan memadai.
Yang perlu diingat adalah bahwa bukan buku pelajaran yang menentukan batas pembahasan tetapi sekedar wahana untuk mendorong siswa belajar.
5. Majalah dan surat kabar
Majalah untuk anak sekarang sudah cukup banyak. Siswa sudah terbiasa membaca dan mempelajari majalah. Dalam isinya terdapat bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya bahan belajar.
6. Slide dan transparan
Keduanya merupakan media yang dapat diproyeksikan sehingga seluruh kelas dapat menyaksikan. Bedanya, slide dibuat dengan pengambilan foto, sedang transparan dibuat dengan cara menulisi kertas transparan tersebut.
7. Filmstrip
                Filmstrip mirip dengan slide, bedanya ialah slide merupakan lembaran film yang terpisah. Sedangkan filmstrip merupakan rangkaian film.
8. Model dan realia
Model adalah alat-alat yang sangat dekat (mirip sekali) dengan kenyataannya. Realia merupakan representasi dari sesuatu benda yang sebenarnya.
9. Gambar
                Tujuan pengajaran menjadi acuan untuk memilih dan menggunakan gambar. Ukuran gambar juga harus diperhatikan agar memungkinkan untuk dilihat seluruh kelas. Supaya dapat mencapai hasil yang lebih baik judul dan penjelasan gambar perlu juga dipertimbangkan secara matang.
10. Peta dan globe
                Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam bidang datar. Globe merupakan tiruan bola bumi. Karena peta dapat digambarkan lebih besar maka menurut skala tertentu peta akan dapat menggambarkan bentuk morfologi lebih tepat dari globe. Sedangkan untuk gambaran bumi secara keseluruhan globe lebih unggul.
11. Pita suara
                Pita suara dapat dapat digunakan untuk merekam suara khas ataupun penjelasan dari narasumber.
12. Radio
                Supaya acara radio dapat memberikan manfaat yang optimal untuk pembelajaran maka pertimbangan berikut perlu terlebih dahulu diikuti dengan seksama: a) apakah acara siaran tersebut membantu para siswa mencapai tujuan pengajaran; b) apakah bahan belajar yang disajikan bersifat autentik, tepat dan jujur; c) apakah bahan belajar dan cara penyajiannya sesuai dengan kemampuan anak; d) apakah acara tersebut mendorong kegiatan tambahan atau memotivasi belajar lebih lanjut.
13. Siaran televise
                Beberapa acara televisi dapat dijadikan bahan pengajaran IPS. Hal ini dapat dilakukan dengan misalnya, menugasi siswa untuk mencatat apa yang diperoleh dalam siaran tertentu.
14. Sumber masyarakat
                Sumber masyarakat member pengalaman langsung kepada para siswa dalam arti sebenarnya. Pengalaman yang didapat lebih nyata.
15. Kunjungan studi
                Kunjungan atau wisata studi dapat memberi pengalaman yang mengesankan pada siswa. Hal ini jangan sampai hanya dianggap sebagai usaha untuk memberikan suasana santai atau selingan dalam belajar tapi untuk penelitian studi. Sebelum melaksanakan kunjungan studi harus direncanakan terlebih dahulu persiapan mengenai perizinan, tujuan kunjungan, jadwal berangkat dan kembali, dan apa yang akan diamati dalam perjalanan para peserta. Sebaiknya bahan amatan itu lahir dalam diskusi kelas pada saat kita membahas suatu masalah yang pemecahannya memerlukan kunjungan studi.Saat pelaksanaan peserta tidak boleh berkeliaran. Mereka perlu mendapat penjelasan tentang apa yang harus dikerjakan. Selama di tempat, peserta diminta untuk membuat catatan supaya hasil kunjungan studi memberi pengayaan kepada bahan telaah IPS di kelas hasilnya perlu didiskusikan.

Manfaat kunjungan studi antara lain :
a) memberi pengalaman langsung yang sukar diperoleh dengan cara lain,
b) mendorong perhatian lebih tinggi pada pokok yang dipelajari,
c) hal ini dapat menjembatani antara studi di kelas dengan masyarakat yang menjadi sumber telaah,
d) dapat memberikan kesempatan menerapkan pengetahuan dan mendapat informasi baru,
e) memberi kesempatan berlatih dalam pengalaman sosial,
f) dapat mendorong inisiatif, memperluas wawasan, dan menghargai beberapa situasi kehidupan.
16. Narasumber
                Yang dapat menjadi narasumber adalah mereka yang mempunyai pengalaman luas atau pejabat khusus yang dapat memberikan informasi yang autentik. Dalam pelaksanaannya diperlukan persiapan yang matang. Narasumber yang diundang harus cocok dengan bahan belajar yang akan dibahas.




Klp 7
2.1    Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks, 2001). Di dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam membentuk perilaku manusia.
James A. Banks dalam bukunya ”Multicultural Education,” mendefinisikan Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompmakalah ok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup:
a.       Ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya.
b.       Gerakan pembaharuan pendidikan.
c.        Proses pendidikan.
 
2.2 Dasar Pendidikan Multikultural
Berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural, maka untuk membentuk negara Indonesia yang kokoh perlu mengembangkan jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultural. Jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultur ini adalah Pendidikan Multikultural. Pendidikan Multikultural paling tidak menyangkut tiga hal yaitu (1) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya, (2) gerakan pembaharuan pendidikan dan (3) proses.

1.Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya
Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan Multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar kita bisa hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk membeda-bedakan.

2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Ide penting yang lain dalam Pendidikan Multikultural adalah bahwa sebagian siswa yang berkarakteristik, ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu sedangkan siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu. Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok siswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, walaupun itu dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan yang lain

3. Proses Pendidikan
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah terrealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus (an ongonging process), dan bukan sebagai sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara utuh bukan sekedar meningkatkan skor.
 

2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan Pendidikan Multikultural dapat mencakup tiga aspek belajar (kognitif, afektif, dan tindakan) dan berhubungan baik nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai instrumental (means) Pendidikan Multikultural.Tujuan Pendidikan Multikultural mencakup:
1.       Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya
Salah satu alasan utama gerakan untuk memasukkan Pendidikan Multikultural dalam program sekolah adalah untuk memperbaiki kelalaian dalam penyusunan kurikulum. Pertama, kita harus memberi informasi pada siswa tentang sejarah dan kontribusi dari kelompok etnis yang secara tradisional diabaikan dalam kurikulum dan materi pembelajaran, kedua, kita harus menempatkan kembali citra kelompok ini secara lebih akurat dan signifikan, menghilangkan bias dan informasi menyimpang yang terdapat dalam kurikulum. Yang dimaksud dengan informasi menyimpang ini adalah informasi yang salah tentang sistem nilai dan budaya dari etnis tertentu atau melihat sistem nilai budaya mereka dari sudut pandang kelompok lain. Siswa masih terlalu sedikit mengetahui tentang sejarah, pewarisan, budaya, bahasa, dan kontribusi kelompok masyarakat yang beragam dari bangsanya sendiri.
 Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analistis, dan komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok-kelompok yang ada.

2.       Perkembangan Pribadi
Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif (menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnyanya. Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan penelitian yang berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara konsep diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.

3.       Klarifikasi Nilai dan Sikap.
Pendidikan Multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia (human dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan demokrasi. Maksudnya adalah mengajari generasi muda untuk menghargai dan menerima pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama dengan kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa keragaman merupakan bagian integral dari kondisi manusia. Pengklarifikasian sikap dan nilai etnis didesain untuk membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai itu tidak dapat dielakkan dalam masyarakat pluralistik dan bahwa konflik tidak harus menghancurkan dan memecah belah.

4.       Kompetensi Multikultural
Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan dan memahami orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya. Dunia kita menjadi semakin lebih beragam, kompak, dan saling tergantung. Namun, bagi sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya dihabiskan dengan isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan kultural. Kita biasa hidup dalam kantong-kantong budaya yang sempit yang hanya mengenal budaya yang sempit pula. Peralihan dari generasi ke generasi mengalami penurunan pemahaman akan budaya kita.
Pendidikan Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan mengajarkan ketrampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap, harapan, dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat membantu siswa mempelajari bagaimana memahami perbedaan budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang semena-mena tentang nilai intrinsiknya. Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan situasi yang berbeda.

5.       Kemampuan Ketrampilan Dasar
Tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih kemampuan ketrampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis. Pendidikan Multikultural dapat memperbaiki penguasaan membaca, menulis dan ketrampilan matematika; materi pelajaran; dan ketrampilan proses intelektual seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pemecahan konflik dengan memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis. Menggunakan materi, pengalaman, dan contoh-contoh sebagai konteks mengajar, mempraktekkan, dan mendemonstrasikan penguasaan ketrampilan akademis dan mata pelajaran dapat meningkatkan daya tarik pembelajaran, mempertinggi relevansi praktis ketrampilan yang dipelajari, dan memperbaiki tempo siswa dalam melaksanakan tugas.

6.       Persamaan dan Keunggulan Pendidikan
Tujuan persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan. Mereka harus mengembangkan berbagai alat untuk melengkapi hasil belajar yang menggambarkan preferensi dan gaya dari berbagai kelompok dan individu. Dengan memberi pilihan yang lebih pada semua siswa pilihan tentang bagaimana mereka akan belajar, pilihan yang sesuai dengan gaya budaya mereka, tidak seorang pun akan terlalu dirugikan atau diuntungkan pada level prosedural dari belajar. Pilihan ini akan membimbing ke paralelisme (misalnya persamaan) dalam kesempatan belajar dan lebih komparatif dalam prestasi maksimum siswa dalam kemampuan intelektualnya.

7.       Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial
Tujuan terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan ketrampilan siswa sehingga mereka menjadi agen perubahan sosial (social change agents) yang memiliki komitmen yang tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan, ketrampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas harkat dan persamaan. Mereka tidak hanya perlu memahami dan mengapresiasi mengapa pluralisme etnis dan budaya itu ada, namun juga bagaimana menterjemahkan pengetahuan kepada keputusan dan tindakan yang berhubungan dengan isu, peristiwa dan situasi sosiopolitis yang esensial.
         8. Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi, program dan pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan stereotipe.
9.       Memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia.
Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia (world citizen). Namun siswa harus tetap dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir secara internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang ada di sekitarnya – act locally and globally.

10.    Hidup berdampingan secara damai.
Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusian, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai.

2.4 Fungsi Pendidikan Multikultural
The National Council for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang menunjukkan pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural.
Fungsi tersebut adalah :
1.       Memberi konsep diri yang jelas.
2. Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari               sejarahnya.
3. Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat.
4. Membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi sosial dan ketrampilan kewarganegaraan (citizenship skills).
5.    Mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Pendidikan Multikultural memberi tekanan bahwa sekolah pada dasarnya berfungsi mendasari perubahan masyarakat dan meniadakan penindasan dan ketidak adilan. Fungsi pendidikan multikultural yang mendasar adalah mempengaruhi perubahan sosial. Jalan di atas dapat dirinci menjadi tiga butir perubahan :
1         perubahan diri
2.       perubahan sekolah dan persekolahan
3.        perubahan masyarakat
Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan dimulai dari diri siswa sendiri itu sendiri yang lebih menghargai orang lain agar dia bisa hidup damai dengan sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata perlakunya di lingkungan sekolah dan berlanjut hingga di masyarakat. Karena sekolah merupakan agen perubahan, maka diharapkan ada perubahan yang terjadi di masyarakat seiring dengan terjadi perubahan yang terdapat dalam lingkungan persekolahan. (Gorski, 2001).

2.5 Teori Pendidikan Multikultural

1. Horace Kallen.
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat disebut pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui bahwa budaya yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui bahwa budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara budaya-budaya yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika
2. James A. Banks
 Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and history in the making) sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran orang lain.

3. Bill Martin
 Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128).

2.6 Pendekatan terhadap Pendidikan Multikultural
    Tahap-tahap Integrasi Materi Multikultural ke dalam Kurikulum:
1. Pendekatan kontribusi
   Ciri pendekatan kontribusi adalah dengan memasukkan pahlawan etnis dan benda-benda budaya yang khas ke dalam kurikulum, yang dipilih dengan menggunakan kriteria budaya aliaran utama.
2. Pendekatan Aditif
   Pendekatan aditif memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi etnis ke dalam kurikulum tanpa restrukturisasi, suatu proses yang akan memakan waktu, usaha, latihan dan pemikiran kembali dari maksud, sifat dan tujuan kurikulum yang substansial. Pendekatan aditif dapat menjadi fase awal dalam upaya reformasi kurikulum transformatif yang didesain untuk menyusun kembali kurikulum total dan untuk mengintegrasikannya dengan materi, perspektif dan kerangka pikir etnis.
3. Pendekatan Transformasi
   Pendekatan transformasi (The transformation approach) berbeda secara mendasar dari pendekatan kontribusi dan aditif. Pada kedua pendekatan, materi etnis ditambahkan pada kurikukulum inti aliran utama tanpa mengubah asumsi dasar, sifat, dan strukturnya. Dalam pendekatan transformasi ada perubahan dalam tujuan, struktur, dan perspektif fundamental dari kurikulum.
4.     Pendekatan Aksi Sosial.
Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach) mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi namun menambahkan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat keputusan dan melakukan aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik siswa melakukan untuk kritik sosial dan perubahan sosial dan mengajari mereka ketrampilan pembuatan keputusan. Untuk memperkuat siswa dan membantu mereka memperoleh kemanjuran politis, sekolah seharusnya membantunya menjadi kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan sosial. Tujuan tradisional dari persekolahan yang telah ada adalah untuk mensosialisasi siswa sehingga mereka menerima tanpa bertanya ideologi, lembaga, dan praktek yang ada dalam masyarakat dan negara.

2.7 Karakteristik Indonesia Sebagai Masyarakat Multikultur.
A.Karakteristik Indonesia
1.       Jumlah penduduk yang besar dengan ketrampilan yang rendah.
2.       Wilayah yang luas. Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km persegi yang menduduki urutan 15 terbesar dunia.
3.       Posisi silang. Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia)
4.       Ke kayaan alam dan daerah tropis.
5.       Jumlah pulau yang banyak.
6.       Persebaran pulau.
7.       Kualitas hidup yang tidak seimbang
8.       Perbedaan dan kekayaan etnis.

B. Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia
1)       Keragaman Identitas Budaya Daerah
2)       Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
3)       Kurang Kokohnya Nasionalisme
4)       Fanatisme Sempit
5)       Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural
6)       Kesejahteraan Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok Budaya
7)       Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam   memberitakan peristiwa.

C. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Beberapa permasalahan awal Pembelajaran Berbasis Budaya pada tahap persiapan awal, antara lain:
1)       guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
2)       guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya;
3)    rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-masing dalam konteks pengalaman belajar yang diperoleh (Dikti, 2004: 5).


2.8 Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Makna Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Multikultural :
A.Pendidikan Multikultural sebagai gerakan reformasi pendidikan.
Pendidikan Multikultural dapat dipandang sebagai suatu gerakan reformasi yang mengubah semua komponen kegiatan pendidikan. Komponen itu mencakup:
a. nilai-nilai yang mendasari, artinya nilai-nilai yang bersifat pluralisme harus mendasari seluruh komponen pendidikan. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat yang mendasarinya.
b.aturan prosedural, artinya aturan prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok yang beragam itu.
c.kurikulum. Keragaman budaya menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan, bahan, proses, dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang di dalamnya mencerminkan nilai-nilai multikultural. Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
d.bahan ajar, artinya materi multikultural itu harus tercermin dalam materi pelajaran, pada semua bidang studi. Multikultural bukan hanya diajarkan satu bidang studi melainkan lebih merupakan materi pelajaran yang bisa disisipkan pada semua bidang studi.
e.struktur organisasi, artinya struktur organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi riil yang pluralistik. Budaya di lingkungan unit pendidikan yang pluralistik adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa
f.pola kebijakan artinya pola kebijakan yang diambil oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralisme budaya.

B. Pendidikan Multikultural sebagai proses.
Pendidikan Multikulturan bermaksud untuk mengubah struktur lembaga pendidikan sehingga semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademis. Pendidikan Multikultural merupakan suatu proses yang terus menerus yang membutuhkan investasi waktu jangka panjang di samping aksi yang terencana dan dimonitor secara hati-hati (Banks & Banks, 1993). Selain di lembaga pendidikan, siswa dapat pula mengalami proses pembelajaran yang diperoleh lewat perilaku yang terencana dan sistematis. Siswa dapat memperoleh pembelajaran lewat penyadaran dan penghormatan terhadap orang cacat dengan memberi jalur khusus di stasiun, terminal ataupun bandara. Di kota besar seperti Jakarta, pemberian jalur khusus untuk orang cacat (misalnya stasiun Gambir dan Bandara Sukarno Hatta) dapat membelajarkan siswa.




2.9 Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
     A. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Bentuk pengembangan Pendidikan Multikultural di setiap negara dapat berbeda-beda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia dapat berbentuk :
1.     Penambahan materi multikultural yang dalam aktualisasinya berupa pemberian materi tentang berbagai budaya yang ada di tanah air dan budaya berbagai belahan dunia. Pesan multikultural bisa dititipkan pada semua bidang studi atau mata pelajaran yang memungkinkan untuk itu. Semua bidang studi bisa bermuatan multikultural. Namun disadari bahwa ada mata pelajaran yang lebih mungkin dibandingkan yang lain untuk mengajarkan Pendidikan Multikultural. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial lebih mungkin mengajarkan multikultural dibandingkan dengan matematika.
2.     Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sekarang sudah ada perintisan yang dilakukan dalam bentuk satu mata pelajaran atau bidang studi yang berdiri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan reformasi dan proses tidak dilakukan sambil lalu dan seingatnya namun benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas tidak akan dapat dicapai bila hanya dicantumkan sebagai satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dalam satu bidang studi.
3.     Berbentuk program dan praktek terencana dari lembaga pendidikan. Pendidikan Multikultural berkaitan dengan tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi dari kelompok yang berbeda. Konsekuensinya, Pendidikan Multikultural tidak dapat diidentifikasi sebagai praktek aktual satu bidang studi atau program pendidikan saja. Lebih dari itu, pendidik yang mempraktekkan makna Pendidikan Multikultural akan menggambarkan berbagai program dan praktek yang berkaitan dengan persamaan pendidikan, perempuan, kelompok etnis, minoritas bahasa, kelompok berpenghasilan rendah, dan orang-orang yang tidak mampu.
4.     Pada wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural mungkin berarti (1) suatu kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kelompok etnis; (2) suatu program yang mencakup pengalaman multikultural, dan (3) suatu total school reform, upaya yang didesain untuk meningkatkan keadilan pendidikan bagi kelompok budaya, etnis, dan ekonomis. Ini lebih luas dan lebih komprehensif dan biasa disebut reformasi kurikulum.
5.        Gerakan persamaan. Gerakan persamaan ini lebih dilhat sebagai kegiatan nyata daripada sekedar dibicarakan dalam forum-forum ilmiah. Di Kabupaten Nabire, Papua ada sebuah kampung yang mencerminkan gerakan kebhinekaan yang bernama Kampung Bhineka Tunggal Ika. Penduduk Kampung Bhineka Tunggal Ika ini terdiri dari orang Papua, Timor, Jawa dan Bugis.
6.     Proses. Sebagai proses, maka tujuan Pendidikan Multikultural yang berasal keadilan sosial, persamaan, demokrasi, toleransi dan penghormatan hak asasi manusia tidak mudah tercapai. Perlu proses panjang dan berkelanjutan. Perlu ada pembudayaan di segenap sektor kehidupan.

2.10 Asas-Asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia
Ada beberapa asas yang menjadi ciri khas Pendidikan Multikultural Indonesia mengingat akan situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang telah ditempa sejarah penjajahan yang panjang. Asas-asas itu antara lain :
a.     Asas wawasan nasional/kebangsaan (persatuan dalam perbedaan). Asas ini menekankan pada konsep kenasionalan/kebangsaan. Asas yang didasarkan kepemilikan bersama (sense of belonging) yang menjadi ciri budaya bangsa. Pancasila yang menjadi kepribadian bangsa merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa yang menjadi ciri unik Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain. Batik, wayang, musik keroncong, pencak silat, kesenian suku Asmat yang dikenal dan diterima di segenap wilayah negara ini sudah menjadi ikon nasional dan ikon bangsa. Dengan menyebut satu budaya itu dunia mengetahui bahwa itu adalah ciri khas budaya bangsa Indonesia.
b.     Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan). Konsep ini menekankan keragaman dalam budaya yang menyatu dalam wilayah negara kita. Keragaman dalam jenis tarian, pakaian, makanan, bentuk rumah dan sebagainya menjadikan Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya yang menjadi mosaik budaya.
c.     Asas kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang sederajat, diakui dan dikembangkan dalam kesetaraan. Tidak ada dominasi yang memaksakan ke kelompok kecil. Kalau kebetulan budaya Jawa lebih dikenal itu karena persoalan jumlah penduduk yang menduduki wilayah Jawa yang padat bukan dominasi budaya sebagaimana halnya orang barat menganggap warga kulit putih (White) yang lebih tinggi daripada kelompok kulit berwarna (colour).
d.     Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-masing, diserasikan dengan kondisi riil masing-masing dan seimbang di seluruh wilayah dan seluruh bangsa Indonesia.

2.11 Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural
Ada tiga prinsip yang digunakan dalam menyusun program Pendidikan Multikultural,yaitu :
1. Pendidikan Multikultural didasarkan kepada pedagogik baru yaitu pedagogik     yang berdasarkan kesetaraan manusia (equity pedagogy). Pedagogik kesetaraan bukan hanya mengakui hak asasi manusia tetapi juga hak kelompok manusia, kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan kebudayaannya sendiri. Ada kesetaraan individu, antarindividu, antarbudaya, antarbangsa, antaragama. Pedagogik kesetaraan berpangkal kepada pandangan mengenai kesetaraan martabat manusia (dignity of human).
2. Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya. Hanya manusia yang melek budayalah yang dapat membangun kehidupan bangsa yang berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang membuka diri dari pemikirannya yang terbatas. Manusia yang berbudaya hanya dibentuk di dalam dunia yang terbuka. Manusia berbudaya juga manusia yang bermoral dan beriman yang dapat hidup bersama yang penuh toleransi yang bukan sekedar demokrasi prosedural tapi demokrasi substantif.
3. Prinsip globalisasi budaya.Globalisasi kebudayaan ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi, produk multinasional, perluasan budaya populer. Budaya handphone, internet dan e-commerce sudah menggejala secara global.

2.12 Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural
Peranan Sekolah Dasar sebagai Sistem Sosial
Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain :
1.       Kebijakan dan politik sekolah
Dengan era KTSP sekarang ini kebijakan dan politik sekolah sangat menentukan ke arah mana anak didik akan dikembangkan potensinya. Kebijakan dan politik sekolah yang bernuansa khas dan unggul dapat dikembangkan oleh sekolah itu secara terencana dan berkelanjutan.
2.         Budaya sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum)
Budaya yang berlangsung di sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) sangat menentukan kepribadian yang dikembangkan pada lingkungan sekolah. Keunikan budaya sekolah dapat dibaca sebagai keunggulan komparatif. Misalnya di Sekolah Dasar tertentu dibudayakan untuk setiap hari guru atau kepala sekolah menyambut kedatangan siswa di depan pagar secara bergiliran untuk bersalaman untuk mengajarkan nilai keakraban, kekeluargaan, rasa saling hormat dan kasih sayang.
3. Gaya belajar dan sekolah
Gaya belajar dan sekolah ikut mewarnai pembelajaran yang berlangsung di sekolah itu. Gaya belajar siswa hendaknya diperhitungkan oleh sekolah dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya (style) sekolah itu dalam menciptkan kondisi belajar yang nyaman dan akrab dengan kondisi siswa. Tentu tidak sama gaya sekolah perkotaan dengan segala fasilitasnya dengan gaya sekolah pedesaan.
                   4.Bahasa dan dialog sekolah.
         Bahasa dan dialek sekolah di sini berkaitan dengan bahasa dan dialek yang digunakan di sekolah di mana sekolah itu berada. Sekolah yang ada di Madura tentunya, disadari atau tidak, akan mempengaruhi budaya anak didiknya karena dalam keseharian guru dan siswa itu akan berkomunikasi lewat bahasa Madura atau minimal logat dialek Madura yang kental. Sekalipun menggunakan bahasa Indonesia, kita akan dengan mudah mengenali budaya anak didik dengan mengenal bahasa dan dialek yang digunakan siswanya. Sekolah dasar di Jawa, khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur yang banyak menggunakan bahasa dan dialek Jawa dapat membuat program mingguan misalnya. Hari Sabtu untuk menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil pada waktu istirahat. Kegiatan ini untuk menumbuh sikap hormat dan kesantunan pada anak didik lewat penggunaan bahasa dan dialek yang dibudayakan di sekolah.
 5. Partisipasi dan input masyarakat
Partisipasi dan input sekolah ikut menentukan arah kebijakan dan iklim sekolah yang akan dikembangkan. Peranan Komite Sekolah sangat bervariasi di tiap-tiap sekolah dasar. Bila kesadaran masyarakat akan pendidikan tinggi dan komite sekolah dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan pendidikan yang baik maka sekolah itu akan banyak mendapat bantuan dari masyarakat, baik dana maupun pemantauan ke arah pengembangan sekolah ke depan. Untuk itu Komite Sekolah perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal, disegani dan berpengaruh di masyarakat, tetapi juga orang yang memiliki komitemen yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan putra-putrinya.
6. Program penyuluhan/konseling
Program bimbingan dan penyuluhan/konseling akan berperanan dalam membantu mengatasi kesulitan belajar pada anak, baik itu anak yang mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus. Petugas penyuluhan dapat memberikan masukan pada kepala sekolah tentang bakat terpendam dari siswa asuhannya. Kemungkinan ada anak yang lemah dalam mata pelajaran tertentu ternyata dia memiliki bakat yang besar dalam menari dan menyanyi yang membutuhkan penyaluran bakat yang memadai.
7.  Prosedur asesmen dan pengujian
Memang saat ini, kita masih belum boleh melakukan prosedur asesmen dan pengujian sendiri untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UAN (Ujian Akhir Nasional), namun kita bisa mengembangkan pada mata pelajaran yang bukan termasuk dalam UAN. Asesmen dan pengujian tidak identik dengan duduk di kelas dan mengerjakan soal dalam bentuk paper-pencil test. Asesmen bersifat holistik yang menggambarkan kemampuan aktual keseharian anak. Anak akan dinilai secara beda dalam arti dikurangi skornya bila dia terlibat dalam tindakan yang kurang bermoral misalnya mencuri, sering membolos, kurang sopan, merokok di sekolah dan sebagainya, walaupun dalam ujian di kelas nilainya bagus. Atau sebaliknya, siswa yang menunjukkan penampilan dan sikap yang baik akan mendapat skor tambahan yang dapat membantu mengangkat nilainya saat ujian di kelas.
8. Materi pembelajaran
Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang yang paling cocok dapat memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran. Penggunaan sempoa pada matapelajaran matematika, materi bacaan pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial, permainan tradisional dalam pelajaran olah raga dan sebagainya. Kurikulum formal dan bidang studi. Kurikulum formal dan bidang studi perlu memasukkan Pendidikan Multikultural itu sebagai bidang studi tersendiri. Perlu ada bidang studi Pendidikan Multikultural tersendiri di sekolah dasar untuk lebih mengenalkan budaya secara lebih terencana, terorganisir dan matang, bukan sekedar dititipkan pada materi yang ada pada bidang studi yang lain. Sekarang ini sudah ada sekolah dasar yang secara tegas memunculkan bidang studi Pendidikan Multikultural di sekolah dasar. Diharapkan hal ini akan diikuti oleh sekolah dasar yang lain.
9. gaya dan strategi mengajar
                                         Gaya dan strategi mengajar guru akan turut menentukan pendidikan anak didiknya. Mengapa? Tentunya guru yang sedang mengajar anak didiknya tentunya sarat dengan nilai budaya. Dia memiliki ideologi dan nilai-nilai budaya yang diperoleh sepanjang hidupnya. Hal itu tentunya sangat mewarnai gaya dan strategi mengajar yang dia gunakan di sekolah.
10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah
       Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah juga mempengaruhi kinerja sekolah. Seluruh staf yang mendukung pembelajaran akan sangat membantu menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan dan begitu juga sebaliknya. Bila staf sekolah biasa berbicara dengan tatakrama yang baik dan sopan maka anak didik juga akan dibiasakan menggunakan itu di sekolah dan pada gilirannya menggunakannya di rumah dan di masyarakat. Hal ini berarti staf sekolah perlu dipilih dan diangkat dari orang yang mengerti dan mendapat bekal pendidikan yang sesuai. Staf sekolah bukan sekedar berurusan dengan benda mati seperti kertas, penggaris, alat tulis atau tanaman yang ada di sekolah, namun bergaul dengan seluruh komponen sekolah. Sikap sinis dan tidak peduli dari staf sekolah akan sangat mempengaruhi kinerja sekolah. Untuk itu perlulah memilih orang yang benar-benar cocok untuk profesi itu.

2.13 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya Menuju Transformasi
          Kurikulum Multikultural di Sekolah Dasar. Tahap transformasi kurikulum berikut diadaptasi dari beberapa model yang ada,termasuk oleh Banks (1993) dan McIntosh (2000), dan Paul C. Gorski.

Tahap 1. Status Quo atau Kurikulum Dominan (curriculum of the mainstream)
Di Amerika, kurikulum dominan berpusat pada Eropah dan pria. Kurikulum sangat mengabaikan pengalaman, suara, sumbangan, dan perspektif dari individu dan kelompok non-dominan pada semua bidang. Semua materi pendidikan yang mencakup buku teks, film, dan alat belajar yang lain menyajikan informasi dalam format yang Eropah-sentris dan pria sentris murni. Sleeter dan Grant (1999: 37) melihat tahap ini bertujuan mengasimilasi siswa yang terabaikan. Kurikulum dan pembelajaran berfokus pada "strategi mengajar yang memperbaiki kekurangan atau membangun jembatan antara siswa dan sekolah ".

Tahap 2. Hari Libur dan Pahlawan (Makanan, Festival, & Kesenangan)
Pada tahap ini ada kegiatan "merayakan" perbedaan dengan menyatukan informasi atau sumber tentang orang terkenal dan benda budaya dari berbagai kelompok ke dalam kurikulum yang dominan. Papan pengumuman dapat berisi gambar dari tokoh-tokoh kelompok yang bukan dominan dan guru dapat merencanakan perayaan khusus untuk Hari Kartini, Hari Anak, Hari Pahlawan atau HUT Kemerdekaan. Pagelaran tentang “budaya yang lain” berfokus pada kostum, makanan, musik, dan item budaya yang dapat diraba lainnya (other tangible cultural items). Kekuatan dari tahap ini adalah bahwa pengajar mencoba mendiversifikasi kurikulum dengan memberi materi dan pengetahuan di luar budaya dominan dan bahwa pendekatan Hari Libur dan Pahlawan benar-benar mudah diimplimentasikan dengan hanya memerlukan sedikit pengetahuan baru.

Tahap 3: Integrasi. Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan hari libur dengan menambahkan materi dan pengetahuan substansial tentang kelompok bukan dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat menambahkan pada koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan suatu unit yang mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru musik dapat menambah dari daerah Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara. Pada level sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada keseluruhan kurikulum.

Tahap 4. Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Kamus Budaya)
Guru mempelajari tradisi dan perilaku budaya asal siswanya dalam upaya untuk lebih memahami bagaimana guru itu harus memperlakukan siswa itu. Di Barat, khususnya Amerika Serikat, guru memiliki buku pegangan yang mendeskripsikan bagaimana mereka seharusnya berhubungan dengan siswa Afrika-Amerika, siswa Latin, siswa Asia Amerika, siswa Amerika Asli, dan kelompok lain berdasarkan interpretasi terhadap tradisi dan gaya komunikasi dari kelompok tertentu itu. Di Indonesia, khususnya di Jawa guru perlu lebih mengenal budaya Jawa secara utuh budaya Jawa walaupun dia berasal dari luar Jawa.

Tahap 5: Reformasi Struktural
Materi, perspektif, dan suara baru diserukan dengan kerangka kerja pengetahuan yang mutakhir untuk memberi tahap pemahaman baru dari kurikulum yang lebih lengkap dan akurat. Guru mendedikasikan dirinya untuk memperluas dasar pengetahuannya secara berkelanjutan melalui eksplorasi berbagai perspektif, dan berbagi pengetahuan dengan siswanya. Siswa belajar memandang peristiwa, konsep, dan fakta melalui berbagai kacamata. Misalnya, untuk "Sejarah Amerika" mencakup sejarah orang Afrika-Amerika, Sejarah Wanita, Sejarah orang Asia Amerika, Sejarah orang Amerika Latin, dan semua bidang pengetahuan yang berbeda. Nah sekarang, Anda bandingkan dengan kondisi yang ada di Indonesia. Apa yang sebaiknya dicantumkan untuk memenuhi ketentuan ini.

Tahap 6 Hubungan Manusia (Mengapa-kita-tidak-semuanya-ikut-serta)
Anggota masyarakat sekolah didorong untuk memperingati perbedaan dengan membuat hubungan lintas identitas kelompok yang berbeda. Guru memperlihatkan antusiasme untuk mempelajari tentang budaya “yang lain” melalui pendekatan Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Intercultural Teaching and Learning approach). Guru menggambarkan pengalaman pribadi siswa sehingga siswa dapat belajar dari masing-masing yang lain. Melalui hubungan antar pribadi, itu siswa dapat mengenal budaya siswa yang lain. Perbedaan pengalaman dan budaya siswa yang berbeda-beda itu dilihat sebagai aset yang memperkaya pengalaman kelas.

Tahap 7. Pendidikan Multikultural Selektif (Kita melakukan Pendidikan Multikultural secara temporer) . Guru dan staf memulai program temporer dan satu waktu tertentu dengan mengenal adanya keketidak samaan dalam berbagai aspek pendidikan. Mereka dipanggil bersama-sama dalam suatu pertemuan untuk mendiskusikan konflik rasial atau mendatangkan seorang konsultan untuk membantu guru merancang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang ditujukan untuk berbagai kelompok yang berbeda.

Tahap 8. Pendidikan Multikultural Transformatif (Pendidikan persamaan dan Keadilan Sosial). Semua praktek pendidikan dimulai dengan penentuan yang sama pada semua aspek sekolah dan persekolahan dan menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai potensi sepenuhnya sebagai pelajar. Semua praktek pendidikan yang menguntungkan suatu kelompok yang merugikan kelompok lain diubah untuk menjamin persamaan. Tahap keenam ini sama dan sejalan dengan pendekatan aksi sosial dari James A. Banks.
















Klp 8
2.1 Pengertian dan Tujuan IPS
1. Pengertian IPS
IPS sebagai suatu progam pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep pengetahuan semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga Negara dan warga masyarakat yang tau akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya. Oleh karena itu peserta didik yang dibina melalui IPS tidak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan berfikir tinggi, namun peserta didik diharapkan pula memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya.
Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai ketrampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Mata pelajaran IPS di sekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memilki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara baik. 

2. Tujuan IPS
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah :
a.   Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b.     Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c.   Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d.   Memilki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran IPS disekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen yaitu:
a.     Memberikan kepada Siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan masa akan datang.
b.   Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk mencari dan mengolah informasi.
c.   Menolong siswa untuk mengembangkan nilai / sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d.     Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian / berperan serta dalam bermasyarakat.

2.2 Pengertian, Tujuan, Fungsi Serta Manfaat Perencanaan Pembelajaran
1. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah sebuah proses pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan (Herbert Simon, 1996). Perencanaan bukan hanya membantu untuk mencipkan solusi tapi juga membantu untuk lebih memahami permasalahan itu sendiri. Perencanaan merupakan suatu proses pemecahan masalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Definisi lain mengenai perencanaan pembelajaran adalah proses membantu guru secara sistematik dan menganalisis kebutuhan pelajar dan menyusun kemungkinan yang berhubungan dengan kebutuhan.

2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah rumusan kualifikasi kemampuan yang harus dicapai oleh siswa (pengetahuan, sikap maupun keerampilan) setelah melakukan proses pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran dengan indikator perubahan yang terukur baik dari segi pengetahuan, sikap maupun keterampilan, tidak berarti bahwa hanya sebatas itulah tujuan pembelajaran tersebut. Tercapainya tujuan pembelajaran, merupakan merupakan tahap awal atau sebagai perantara untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas, komplek dan lebih tinggi lagi. Dengan demikian tujuan pembelajaran dalam urutan tujuan, merupakan penjabaran dari tujuan yang ada diatasnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan lembaga, atau institusional, dan tujuan pendidikan nasional.
Pada garis besar, perencanaan pembelajaran itu bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan perencanaan itu memungkinkan guru memilih metode mana yang sesuai sehingga proses pembelajaran itu mengarah dan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Bagi guru, setiap pemilihan metode berarti menentukan jenis proses belajar mengajar mana yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuaskan. Hal ini juga mengarahkan bagaimana guru mengorganisasikan kegiatan-kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dipilihnya. Dengan demikian betapa pentingnya tujuan itu diperhatikan dan dirumuskan dalam setiap pembelajaran, agar pembeljaran itu benar-benar dapat mencapai tujuan sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum.
Perencanaan pembelajaranpun memiliki fungsi, yang menurut Kostelnik secara spesifik fungsi perencanaan pembelajaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Mengorganisir pembelajaran yaitu proses mengelola seluruh aspek yang terkait dengan pembelajaran agar tertata secara teratur, logis dan sistematis untuk memudahkan melakukan proses dan pencapaian hasil pembelajaran secara efektif dan efesien.
2.         Berpikir lebih kreatif untuk mengembangkan apa yang harus dilakukan siswa yaitu melalui perencanaan, proses pembelajaran dapat dirancang secara kreatif, inovatif. Dengan demikian proses pembelajaran tidak dikesankan sebagai suatu proses yang monoton atau terjadi sebagai suatu rutinitas.
3.         Menetapkan sarana dan fasilitas untuk mendukung pembelajaran melalui perencanaan, sarana dan fasilitas pendukung yang diperlukan akan mudah diidentifikasi dan bagaimana menelolanya sehingga sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dapat terpenuhi untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran yang lebih efektif.
4.         Memetakan indikator hasil belajar dan cara untuk mencapainya; yaitu melalui perencanaan yang matang, guru sudah memiliki data tentang jumlah indikator yang harus dikuasai oleh siswa dari setiap pembelajaran yang dilakukannya. Dengan demikian guruoun tentu saja sudah membayangkan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai setiap indicator tersebut.
5.         Merancang program untuk mengakomodasi kebutuhan siswa secara lebih spesifik yaitu melalui perencanaa, hal-hal penting yang terkait dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi yang dimiliki siswa akan teridentifikasi dan merencanakan tindakan yang dianggap tepat untuk meresponnya.
6.         Mengkomunikasikan proses dan hasil pembelajaran; yaitu melalui perencanaan segala sesuatu yang terkait dengan kepentingan pembelajaran sudah dikomunikasikan, baik secara internal yaitu terhadap pihak-pihak yang terkait langsung dengan tugas-tugas pembelajaran, maupun dengan pihak eksternal yaitu pihak-pihak mayarakat (stake holder).
Manfaat perencanaan pembelajaran (Andi, 2011) :
Ada beberapa manfaat perencanaan pembelajaran , di antaranya adalah:
a.       Dengan perencanaan yang matang dan akurat, akan dapat diprediksi seberapa besar keberhasilan yang akan dicapai.
Oleh kasrena itu  akan terhindar dari keberhasilan yang sifatnya untung-untungan sebab segala kemungkinan kegagalan sudah dapat diantisipasi oleh guru. Dalam perencanaan, guru harus paham tujuan apa yang akan dicapai, strategi apa yang tepat dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, dan dari mana sumber belajar yang dapat digunakan.
b.       Sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Dengan perencanaan yang mtang, maka segala kemungkinan dan masalah yang akan timbul dapat diantisipasi sehingga dapat diprediksi pula jalan penyelesaiannya.
c.        Untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar secara tepat.
Dengasn perencanaan yang tepat, maka guru dapat menentukan sumber-sumber belajar yang dianggap tepat untuk mempelajari suatu bahan pembelajaran sebab saat ini banyak sekali sumber belajar yang ditawarkan baik melalui media cetak maupun elektronik.
d.       Perencanaan akan membuat pembelajaran berlangsung secara sistematis.
Dengan perencanaan yang baik, maka pembelajaran tidak akan berlangsung seadanya, tetapi akan terarah dan terorganisir dan guru dapat memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Maka secara hakiki tujuan yang paling mendasar dari sebuah perencanaan pembelajaran adalah sebagai pedoman atau petunjuk bagi guru, serta mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Sedangkan fungsi dari perencanaan adalah mengorganisasikan dan mengakomodasikan kebutuhan siswa secara spesifik, membantu guru dalam memetakan tujuan yang hendak dicapai, dan membantu guru dalam mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar.
Dari pendapat diatas, dapat kita simpulkan bahwa perencanaan pembelajaran sangat bermanfaat dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung guna mencapai tujuan belajar.

2.3 Pengertian RPP
RPP atau yang kita kenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah sebuah perangkat pembelajaran yang mendukung seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Ada beberapa definisi RPP yang berkembang akhir-akhir ini, namun pengertian tentang apa itu RPP yang sebenarnya adalah pengertian RPP yang berlandaskau UU No.19 tahun 2005 yaitu: Seperangkat Rencana yang menggambarkan proses dan Prosedur pengorganisasian kegiatan pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan di dalam silabus.
Dari pengertian RPP di atas dapat kita pahami bahwa fungsi RPP adalah untuk mencapai satu KD, dan tidak boleh memuat lebih dari satu kompetensi dasar di dalam sebuah RPP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan perkiraan atau proyeksi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. RPP mengambarkan prosedur dan pengoraginasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan RPP yaitu; untuk memberikan landasan pokok bagi guru dan siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator, memberi gambaran mengenai acuan kerja jangka pendek, karena disusun dengan menggunakan pendekatan sistem, memberi pengaruh terhadap pengembangan individu siswa, karena dirancang secara matang sebelum pembelajaran, berakibat terhadap nurturant effect.
Komponen RPP seperti tersebut di bawah ini :
1.       Kompetensi Dasar (KD)
2.       Materi standar
3.       Kegiatan Pembelajaran
4.       Metode Pembelajaran
5.       Media Pembelajaran
6.       Sumber Belajar
7.       Alokasi Waktu



2.4 Pengertian dan Macam – Macam Strategi Pembelajaran Kognitif
1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kognitif
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (J.R. David dalam  Sanjaya, 2008:126).  Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp dalam Sanjaya, 2008:126).  Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran (Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara itu, Joyce dan Weil lebih senang memakai istilah model-model mengajar daripada menggunakan strategi pengajaran (Joyce dan Weil  dalam Rohani, 2004:33.
Nana Sudjana menjelaskan bahwa strategi mengajar (pengajaran) adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien (Nana Sudjana dalam Rohani, 2004:34). Jadi menurut Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau perbuatan guru itu sendiri pada saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan pelajaran.  Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.  Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
                                        
2. Macam-macam Strategi Pembelajaran IPS
a.     Pembelajaran Kemampuan Berpikir
Penanaman konsep merupakan penunjang kemampuan berpikir siswa, Konsep merupakan keadaan  lingkungan ( abstraksi ) dari kesamaan dari jumlah benda atau fenomena. Contoh konsep yakni tanah, sungai, gunung, uang, cuaca dan lain-lain. Pengajaran konsep mengembangkan kemampuan kognitif dari yang terendah sampai tingkat tinggi.
Pengajaran konsep dapat dilakukan melalui dua pendekatan:
·     Pendekatan induktif dilakukan dengan mengkaji fenomena- fenomena sosial untuk mendapatkan informasi yang selanjutnya dikembangkan menjadi fakta. Fakta-fakta tersebut dirangkai sehingga menunjukkan adanya suatu kategori atau kesamaan tertentu.
·     Pendekatan deduktif pengajaran dimulai dengan pemberian konsep dan diteruskan untuk menemukan fakta-fakta yang menjadi bagian konsep.
Pembelajaran kemampuan berpikir termasuk juga didalamnya yaitu suatu kajian terhadap peristiwa, kejadian, fenomena atau situasi ( study kasus) tertentu yang terjadi di tempat tertentu dan berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan manusia di masa lalu, masa kini atau masa yang akan datang (S. Hamid Hasan, 1996:192). Sebuah peristiwa dapat dikatakan sebuah kasus atau kejadian karena peristiwa itu unik serta terbatas pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa tersebut dan tidak terulang di tempat yang lain. Contohnya, peristiwa kelahiran.
b.    Strate Pembelajaran Kemampuan Proses 
1.  Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Dalam pengajaran IPS SD kelas di persekolahan guru dapat mendorong siswa untuk belajarbmemecahkan masalah dengan menggunakan metode pendekatan pemecahan masala (problem solving).
Dengan cara pendekatan akan  terjalin sebuah komunikasi yang baik antara guru dengan siswa sehingga antara guru dan siswa tidak ada pembatas. Yang mana jika tidak ada pembatas antara guru dan siswa akan dengan mudah untuk mencari atau mengetahui jalan keluar dari suatu permasalahan.
2         Inkuiri
Inkuiri ialah siswa mampu menemukan jawaban sendiri dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Pengajaran inkuiri merupakan bentuk pengajaran yang mengenalkan konsep-konsep secara induktif. Perbedaaan yang mendasar antara pengajaran inkuiri dengan pemecahan masalah yakni pengajaran inkuiri lebih menekankan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah yang terbatas pada disiplin ilmu bukan pada masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
3.        Portofolio
Kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan.  Portofolio biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa. Tetapi dapat juga berupa karya terpilih dari satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif.
c    Pembelajaran Kooperatif
                Pembelajaran kooperatif pembelajaran yang menghendaki siswa belajar secara bersama-sama, saling membatu satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
d.    Pembelajaran Nilai
1.  Bermain Peran
Suatu proses belajar di mana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan orang lain (S.Hamid Hasan, 1996: 265). Dalam proses belajar bermain peran siswa diajak untuk berpikir, berperan, dan bertindak bukan sebagai dirinya tetapi sebagai orang lain.
2. Sosio Drama
Ada perbedaan antara sosio drama dengan bermain peran yakni bermain peran lebih luas ruang lingkupnya sedangkan drama sosial membatasi pada permasalahan yang menyangkut aspek sosial dalam masyarakat. Perbedaan yang kedua yakni dalam penentuan peran. Dalam sosio drama sebuah peran dapat ditentukan secara langsung setelah sebuah permasalahan sosial dibahas oleh guru di dalam kelas. Peran yang dimainkan oleh siswa tidak memerlukan persiapan khusus seperti dalam bermain peran. Dalam sosio drama reaksi spontan siswa dalam memainkan peran lebih diutamakan sehingga apa yang dikemukakan siswa sebagai pemegang peran akan berbeda dengan yang aslinya. 
e.     Pembelajaran Peta dan Globe
Pembelajaran ketrampilan peta dan globe merupakan salah satu metode dalam pembelajaran geografi. Namun, pembelajaran ini tidak hanya menunjang pembelajaran geografi saja, pembelajaran sejarah, pendidikan kewarganegaraan, sosiologi bahkan Bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan mampu membaca dan menunjukkan tempat serta analisa dalam peta dan grafik. Kita ketahui peta tidak hanya menunjukkan lokasi satu daerah namun, dalam peta memiliki segudang informasi mengenai penduduk, tempat wisata, pertambangan dan lain-lain.
f.      Pembelajaran Aksi Sosial
  Newmann (1975:8) model pembelajaran aksi sosial merupakan pola dan aktivitas belajar siswa baik di dalam atau dengan kelompok yang dilakukan dengan keterlibatan masyarakat sebagai aktivitas di mana siswa mendemonstrasikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial. Misalnya menyelenggarakan studi, partisipasi kerja secara sukarela, aktif mengadakan pendampingan di dalam atau di luar sekolah, dan aktivitas nyata siswa untuk mempengaruhi kebijakan publik di masyarakat yang dilakukan di luar sekolah.
• Nasution (1997:179): model pembelajaran aksi social sebagai suatu teknik mengajar guna membantu anak didik mengembangkan kompetensi social atau kewarganegaraan, sehingga dapat melibatkan diri secara aktif dalam perbaikan masyarakat.
2.5 Hubungan Perencanaan Pembelajaran IPS dengan Strategi Kognitif IPS
Mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar merupakkan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat maupun masalah yang dialami oleh dirinya sendiri. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program pelajaran IPS di sekolah dapat diorganisasikan secara baik.
Agar seorang guru dapat mengorganisasikan pembelajaran IPS dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru dapat membuat perencanaan pembelajaraan yang sering disebut sebagai RPP. Perencanaan pembelajaran ini bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan adanya perencanaan pembelajaran tersebut memiliki tujuan untuk memungkinkan guru memilih strategi mana yang sesuai digunakan dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran tearah dan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan . Dengan adanya RPP, maka memudahkan guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. perencanaan dan strategi pembelajaran, merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi. 
Perencanaan pembelajaran kemudian di diimplementasikan kedalam bentuk stategi pembelajaran sehingga akan keluarlah hasil yang dicapai. Adapun hasil pembelajaran yang telah dicapai sangat ditentukan oleh kualitas pembelajaran, kualitas perencanaan pembelajaran dan strategi pembelajaran yang tergantung pada kurikulum yang diberlakukan. Dengan adanya RPP dan strategi pembelajaran maka dapat tercapai rencana pembelajaran yang telah dibuat, dan proses pembelajaran berjalan lancar.

Klp 9

2.1  Pendidikan Multikultural IPS SD

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.

2.2  Tujuh unsur kebudayaan universal
·           Sistem Religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
·           Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
·           Sistem Pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
·           Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
·           Sistem Teknologi dan Peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
·           Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
·           Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.

2.3  Tiga Wujud Kebudayaan Menurut Dimensi Wujudnya
Ø Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia
Kebudayaan yang muncul dan hidup karena adanya gagasan – gagasan baru, konsep yang matang serta buah dari pikiran yang kreatif. Wujudnya dapat ditemukan dalam sebuah buku – buku, arsip dan sebagainya.
Ø Kompleks aktivitas
Aktivitas manusia dengan lingkungan sekitar dalam kegiatan sehari hari dari waktu ke waktu memunculkan sesuatu untuk diabadikan, difoto dan juga diobservasi.
Ø Wujud sebagai benda
Aktivitas manusia sehari – hari umumnya dilakukan dengan menggunakan benda sebagai sarana dan prasarana. Dari situ lahir kebudayaan dalam bentuk fisik yang konkret, bisa bergerak maupun tidak


2.4 Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Yunani yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantara. Media memiliki pengertian yang beragam, namun pada intinya media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan informasi/pesan yang disampaikan pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan) dengan tujuan tertentu.
Salah satu media yang bermakna bagi pengembangan kesadaran akan multikulturalisme adalah pendidika IPS. Pendidikan IPS merupakan sarana efektif untuk menanamkan kesadaran multikultural, karena salah satu misi pendidikan IPS pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah: membekali peserta didik dengan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan moral serta keterampilan hidup yang berguna dalam memahami diri dan lingkungan bangsa serta negaranya (Hasan, 2005). Lingkungan yang dimaksud dalam konteks ini salah satunya adalah keberagaman suku, agama, ras, etnis, dan bahasa yang ada di negara Indonesia. Pendidikan yang selama ini ditanamkan dalam kurikulum pendidikan  dasar hingga perguruan tinggi telah menjelaskan konsep keberagaman tersebut. Namun, implementasi pendidikan IPS selama ini belum optimal dalam menekankan pendidikan tentang keberagaman yang bersifat normatif.
Pengalaman Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di zaman orde baru, pengajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) pada pendidikan dasar dan menengah, mata kuliah Kewiraan yang sarat dengan indoktrinasi di perguruan tinggi pada dasarnya juga dimaksudkan untuk mewujudkan nasionalisme, kesadaran persatuan dan integritas kebangsaan. Namun faktanya, pemahaman terhadap multikultur kebangsaan oleh masyarakat belum berhasil mencapai sentuhan kesadaran yang utuh, terbukti masih adanya gerakan anti multikultural, seperti gerakan sparatis dan konflik yang berbau sara. 
Bila dikaitkan dengan dunia pendidikan atau pembelajaran yang sering disebut dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Jenis-jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi: gambar diam, gambar gerak, rekaman bersuara, televisi, benda-benda hidup, simulasi maupun model serta instruksional berprogram ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).

2.5 Hubungan Pendidikan Multikultural IPS Berbasis  Kebudayaan dan Media Pembelajaran.
Kebudayaan sebagai segala sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, secara langsung memiliki hubungan yang erat dengan media pembelajaran dan tenaga profesi.
Karena bagaimanapun juga kita telah mengenal bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini dan di masa akan datang merupakan masyarakat yang berbudaya teknologi. Artinya bahwa adanya perkembangan teknologi yang telah berlangsung sedemikian besar dan cepatnya hingga menyebar secara luas dan mempengaruhi segenap aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Dengan adanya perkembangan tersebut diatas, maka memungkinkan untuk diselenggarakannya dan diciptakannya suatu inovasi dan pembaharuan akan media pembelajaran yang akan meningkatkan keefektifan kegiatan belajar mengajar. Khususnya hal ini diperuntukan dan perlu diperhatikan bagi tenaga profesi teknologi pendidikan yang berusaha untuk menggabungkan tuntutan akan pendidikan dan tantangan perkembangan sesuatu yang baru dan diharapkan dengan adanya sesuatu yang baru tersebut dapat menciptakan dan menambah sebuah nilai tambah dari langkah sebelumnya. Dorongan untuk melakukan hal tersebut tentunya didasarkan oleh berbagai kenyataan yang meliputi:
·         Adanya orang-orang yang belajar yang belum pernah memperoleh perhatian yang cukup tentang kebutuhan, kondisi dan tujuannya.
·         Adanya orang yang ingin belajar tetapi tidak cukup memperoleh pembelajaran dari sumber-sumber tradisional, maka perlunya sumber-sumber baru.
·         Adanya sumber-sumber baru seperti orang, isi pesan, bahan, dan alat serta lingkungan.
·         Adanya kegiatan yang bersistem dalam mengembangkan sumber belajar.
·         Adanya pengelolaan atas kegiatan belajar yang memanfaatkan berbagai sumber, kegiatan menghasilkan dan atau memilih sumber belajar.
Kelima dorongan tersebut diatas merupakan gejala yang menjadi bidang garapan para teknologi pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan isomeristik yang meliputi:
·         Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-lain secara bersistem.
·         Memecahkan masalah secara menyeluruh dan serempak dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling keterkaitannya.
·         Digunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah.
·         Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekadar penjumlahan.
Seusai Perang Dunia II mulai dikembangkan pengalaman di kalangan angkatan bersenjata tersebut untuk keperluan pendidikan dan pelatihan. Pada saat itu, pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih berorientasi teoritis dan mengganggap fungsinya adalah mempersiapkan peserta didik untuk masa depan yang siap latih atau siap memasuki dunia kerja atau dengan landasan “just in case”. Untuk itu, pada zaman sekarang ini, perkembangan budaya dan teknologi sangat dirasakan begitu cepat perkembangannya dan diperlukannya tenaga profesi yang mampu untuk bergerak lebih maju mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
Untuk itu, bagi para tenaga profesi yang mampu bergerak mengimbangi pesatnya perkembangan kebudayaan teknologi harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesionalnya dalam menyelenggarakan proses belajar bagi setiap orang dengan dikembangkannya dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pembelajar serta perkembangan lingkungan. Sebut saja, pada zaman dahulu pembelajaran hanya diperoleh dari orang-orang terpercaya yang ada di sekitar lingkungan yang dapat mendidik setiap individu. Seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi, maka guru dan buku telah dipercaya memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai media belajar. Dan yang terakhir, adalah sekarang ini munculnya teknologi-teknologi komputer yang dapat digunakan oleh tenaga profesi dalam melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut menjadi cermin atas apa yang dikatakan oleh Sir Eric Ashby (1972, h.9-10) tentang 4 revolusi yang terjadi dalam dunia pendidikan, yakni :
·         Revolusi pertama, orang tua/keluarga mempercayai orang lain untuk memberikan pendidikan kepada anaknya karena orang tua sudah tidak mampu untuk mendidik.
·         Revolusi kedua, guru bertanggung jawab dalam mendidik, disampaikan secara verbal/lisan, dan dilembagakan dengan berbagai ketentuan.
·         Revolusi ketiga, buku dijadikan media utama dalam pendidikan yang sejalan dengan ditemukannya mesin cetak yang memberikan informasi iconic dan numeric.
·         Revolusi empat, perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan pesan-pesan disampaikan lebih cepat dan lebih bervariasi.
Untuk sekarang ini, dengan adanya perkembangan budaya dan teknologi, dalam bidang pendidikan tidak hanya guru yang harus bisa dan mampu menggunakan media yang tersedia untuk menunjang kegiatan mengajarnya, namun diperlukannya juga tenaga profesi lainnya seperti tenaga ahli media pendidikan. Dimana tenaga ahli media pendidikan ini bertugas dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola sumber belajar yang ada.
Dengan semakin berkembangnya kebudayaan dengan segala unsur-unsurnya, guru bukanlah satu-satunya pemegang kendali penuh dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, guru hanya berperan sebagai pengelola kegiatan belajar dan siswa dapat belajar dari sumber-sumber lain selain guru mereka. Sumber-sumber tersebut bisa mencakup buku, masyarakat, media sederhana dan konvensional serta media-media baru seperti radio, televisi, film, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam proses pembelajaran budaya-budaya yang terkait dengan media sederhana dan konvensional tidaklah dihilangkan atau dihapuskan begitu saja, karena bagaimanapun juga media sederhana dan konvensional tersebutlah yang menjadi cikal bakal munculnya media-media baru seperti sekarang ini. Untuk itu, dalam hal ini media sederhana dan konvensional berperan sebagai pendamping dari media-media baru seperti media komputer dan internet. Karena seperti yang diketahui bahwa seorang tenaga profesi media pembelajaran juga membutuhkan sebuah media sederhana dan konvensional untuk mentransformasikan media-media sederhana tersebut menjadi sebuah media baru sebagai media pembelajaran guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.
Sehingga dengan begitu, siswa memiliki pengalaman yang lebih dan kaya akan pengalaman belajarnya karena mereka tidak hanya sekadar belajar konvensional saja melainkan juga belajar dengan menggunakan model dan metode yang baru.
Seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat inilah maka perlu juga diadakannya sebuah pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi mereka-mereka yang berperan sebagai tenaga profesi untuk memberikan sebuah kesiapan mental tenaga profesi agar mereka mampu bekerja sebagai tenaga professional dalam hal mendidik dan mengajar.
Sebenarnya pendidikan dan pelatihan dalam bidang media pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun 1950-an di sekolah guru (SGB dan SGA). Latihan ini diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan tenaga yang berkarier dalam bidang media pendidikan. Adapun tenaga yang dipersiapkan meliputi penulis naskah, produser, penilai, dan pengelola pemanfaatan siaran radio pendidikan.
Dalam lingkungan pekerjaan dirasakan perlunya setiap individu untuk terus-menerus belajar mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan lingkungan dengan melakukan pelatihan atau penataran lingkungan kerja, baik itu dengan tenaga pelatih dari dalam lingkungan sendiri atau mendatangkan pelatih dari luar.
Pada hakekatnya, hubungan kebudayaan, media pembelajaran dan tenaga profesi terletak bagaimana seorang tenaga profesi mampu memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran di tengah pesatnya perkembangan kebudayaan yang semakin cepat guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.




















Klp 10
2.1 Pengertian Penilaian (Evaluasi)
Menurut Sardiyo (2009: 3) penilaian adalah suatu  proses sistematik  untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sukardi (2008:1) bahwa evaluasi atau penilaian merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Evaluasi juga merupakan proses memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil keputusan. Menurut Oktaviandi (2012) penilaian atau assessment adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian hasil belajar pada dasarnya berfokus pada bagaimana guru dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Guru harus mengetahui sejauh mana siswa telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.
Evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan tiga istilah yang sering rancu untuk digunakan. Menurut Cangelosi dalam Oktaviandi (2012) dijelaskan bahwa
  1. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
  2. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
  1. tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
  2. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan yang dimaksud pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penilaian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan hasil belajar peserta didik sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tingkat pencapaian kompetensi.
2.2 Tujuan Penilaian (Evaluasi)
Menurut Arikunto (2010:10) tujuan penilaian (Evaluasi) sebagai berikut:
1.         Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian tersebut mempunyai berbagai tujuan yaitu :
a)    Untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b)    Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c)     Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
d)    Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2.         Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian guru dapat melakukan diagnosis pada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya sehingga dapat diketahui sebab-sebab kelamahan dan cara untuk mengatasinya.
3.         Penilaian bersifat sebagai penempatan
Dalam menentukan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kelompok dapat dilakukan penilaian. Penilaian digunakan untuk menentukan posisi pasti di kelompok mana seorang siswa harus di tempatkan. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4.         Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
2.3     Prinsip dan Acuan Penilaian pada Pembelajaran IPS
Dalam melaksanakan penilaian (evaluasi) hasil belajar pada pembelajaran IPS, pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:
1.     Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan  kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2.     Objektif dan Adil
Penilaian hasil belajar peserta didik tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik  dan tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.
3.     Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian  dan dasar  pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
4.     Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.     Menyeluruh dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek   kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
6.     Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
7.     Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8.     Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
9.     Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian   kompetensi yang ditetapkan.
Dalam melakukan penilaian, selain memperhatikan prinsip juga harus memperhatikan acuan yang dipakai dalam penilaian. Berikut ini beberapa acuan penilaian pada pembelajaran IPS sebagai berikut:
  1. Acuan norma (norm reference)
Acuan norma merupakan acuan penilaian yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif seorang siswa terhadap siswa lain di  dalam kelompok kelasnya (Sukardi, 2008:22). Pada acuan norma nilai atau skor siswa dibandingkan dengan nilai atau skor siswa sekelompoknya digunakan pada pembelajaran yang bersifat kompetitif. Penilaian dengan acuan norma diterapkan pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP. Penilaian dengan acuan norma menurut Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a)      Menentukan ranking siswa dalam satu kelas.
b)      Mengelompokkan siswa dalam satu kelas berdasarkan prestasi belajar.
c)      Menentukan/ menyeleksi siswa ke dalam kelas unggul dan kelas normal.
d)      Membandingkan antar siswa.
e)      Menyeleksi siswa yang mewakili lomba antar sekolah.
f)      Menyeleksi siswa yang hendak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
  1. Acuan Kriteria
Acuan kriteria adalah acuan penilaian dimana hasil penampilan siswa menunjukkan posisinya sendiri terhadap kriteria tertentu tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain (Sukardi, 2008: 23). Pada acuan kriteria nilai atau skor yang diperoleh siswa dibandingkan dengan standar tertentu yang ditentukan sebelumnya, biasanya digunakan pada pembelajaran koperatif dan individualistik, dan nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan. Penilaian menggunakan acuan kriteria digunakan pada KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan kriteria Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a)     Menentukan sejauh mana siswa telah mencapai target/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum
b)    Memberikan remidi atau pengayaan bagi siswa-siswa tertentu
c)     Memperkirakan mutu suatu sekolah berdasarkan standar mutu nasional yang  tergambar dalam pencapaian daftar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum oleh siswa.
2.4  Teknik dalam Penilaian (Evaluasi) Pembelajaran IPS
Penilaian pembelajaran baik proses maupun hasil belajar selayaknya memenuhi bersifat komprehensif mencakup seluruh potensi dan kemampuan peserta didik disamping perlu memenuhi rasa keadilan bagi peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menilai selayaknya menggunakan teknik tes dan non-tes.
1.         Tes
Syarat-syarat tes yang baik antara lain harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak diukur dan harus andal (reliable). Keandalan dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan.
Sebelum merancang sebuah test, terlebih dahulu harus memperhatikan tujuan tes dan kisi-kisi tes. Tujuan tes dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam pokok bahasan tertentu setelah materi diajarkan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. Sedangkan kisi-kisi merupakan rambu-rambu ruang lingkup dan isi soal yang akan diujikan. Sebelum membuat kisi-kisi tes terlebih dahulu harus melihat kurikulum sekolah yang digunakan.
2.         Non Tes
Non tes merupakan salah satu bentuk penilaian dalam mengambil keputusan terhadap hasil proses pembelajaran untuk kompetensi yang bersifat afektif atau kompetensi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Apabila penilaian dengan tes selalu dapat dinyatakan dengan angka/skala maka penilaian dengan teknik non-tes, umumnya menghasilkan deskripsi secara kualitatif meskipun untuk kompetensi tertentu ada yang berupa angka/skala. Beberapa teknik non tes antara lain:
a.              Panduan Observasi
Pada jenjang Sekolah Dasar alat penilaian non tes dapat dikembangkan sendiri oleh guru kelas (teacher-made) yang bersangkutan. Demikian pula, panduan observasi dapat dikembangkan oleh guru sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya bias akibat subyektifitas guru. Namun inilah ciri khas dari penilaian afektif yang tidak mjungkin steril dari pengaruh subjektivitas guru. Ada beberapa petunjuk untuk mengurangi kelemahan dalam penyusunan panduan observasi (Zaenul, 1993: 67):
ü  Rencanakan terlebih dahulu apa yang akan diamati, untuk menghindari tertariknya pengamat pada hal lain yang menarik perhatiannya. Selain itu juga ditetapkan tingkah laku apa yang akan diamati, kriterianya, yaitu yang paling besar kontribusinya untuk menjelaskan hasil belajar peserta didik.
ü  Agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan kontinyu untuk memperoleh data yang seobjektif mungkin, maka diperlukan alat perekam data observasi yang mudah dan jelas untuk dilaksanakan.
ü  Sebaiknya melibatkan orang lain selain guru sebagai pengamat dalam melakukan pengamatan, misalnya saja orang tua murid, konselor, wali murid, guru lain, teman sebaya dan sejenisnya. Dengan demikian orang tua peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
b.              Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk  menilai sikap dalam pembelajaran, banyak digunakan skala sikap Likert. Dalam skala ini pernyataan afektif menunjukkan pernyataan yang secara langsung mengungkapkan perasaan terhadap suatu objek sikap. Sedangkan pernyataan psikomotor menunjukkan pernyataan pilihan tingkah laku atau maksud tingkah laku yang berkenaan.
3.              Daftar Check-list
Daftar ceklis adalah suatu alat penilaian non tes yang digunakan secara terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diamati. Alat ini sangat bermanfaat untuk menilai hasil belajar ataupun proses pembelajaran secara lebih rinci. Penggunaannya sangat sederhana, karena hanya dengan membubuhkan tanda ceklis pada kolom yang sesuai dengan apa yang diamati.
4.              Wawancara
Pedoman wawancara disusun seperti daftar pertanyaan yang akan diajukan saat wawancara. Respondennya adalah peserta didik. Ada sedikit perbedaan antara pedoman wawancara dengan pertanyaan saat ujian lisan. Pedoman wawancara tidak menghendaki jawaban yang benar atau salah seperti dalam ujian lisan yang menentukan lulus atau tidak lulus, melainkan hanya mengungkapkan informasi tentang sikap yang digali yang dapat menggambarkan keadaan peserta didik saat itu.
5.              Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang terbaik. Portofolio sebagai salah satu penilaian dimaksudkan penilaian terhadap hasil karya siswa. Kumpulan pekerjaan siswa biasanya berupa sampel termasuk foto-foto kegiatan, komentar-komentar secara tertulis termasuk perasan, sikap terhadap topik kegiatan, dan keinginan siswa yang perlu diketahui guru yang selanjutnya dimasukkan kedalam folder. Portofolio merupakan alat yang sangat baik sebagai bahan bagi guru ketika bertemu dengan orang tua siswa. Guru dapat menjelaskan secara kronologis tentang aktivitas siuswa dan hasilnya. Jadi penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.


Category: 2 komentar
Diberdayakan oleh Blogger.