2.1 PENGERTIAN
KURIKULUM
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dapat (paling
tidak sedikit) meramalkan hasil pendidikan/pengajaran yang diharapkan karena ia
menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh
peserta didik.
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada
satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang masa, kurikulum harus dapat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung berubah.
Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan
struktural kurikulum menyangkut komponen kurikulum yakni:
1.
Perubahan
dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan
falsafah bangsa.
2.
Perubahan
isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata
pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran.
3.
Perubahan
strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri
yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi,
bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
4.
Perubahan
sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas
dan kuantititas, juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti
laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
5.
Perubahan
dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut metode/cara yang
paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan
efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu
system dari kutikulum.
2.2 SEJARAH
PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006 serta
kurikulum 2013.
b) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran
2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan
Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh
BSNP.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan
pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
1)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum,
2)
Beban belajar,
3)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan
pendidikan, dan
4)
Kalender pendidikan.
1)
Tujuan diadakannya KTSP
a)
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan
kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c)
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas
pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa
(2006: 22-23)
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan
dengan tujuh hal berikut :
a)
Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b)
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan.
c)
Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri
yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
d)
Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
e)
Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f)
Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
g)
Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang berubah secara
cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa (2006:
151-153) adalah sebagai berikut.
a) Berpusat
pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b) Beragam
dan terpadu.
c) Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d)
Relevan dengan kebutuhan.
e) Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan
kebutuhan hidup dan dunia kerja.
f) Menyeluruh
dan berkesinambungan.
g) Belajar
sepanjang hayat,
h)
Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
2)
Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting
sebagai berikut.
a)
Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau
wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam
suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b)
Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c)
Kalender pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang
kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta didik, dan
menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki
peserta didik.
d)
Struktur muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas.
·
Mata pelajaran
·
Muatan lokal
·
Kegiatan pengembangan diri
·
Pengaturan beban belajar
·
Kenaikan kelas, penjurusan, dan
kelulusan
·
Pendidikan kecakapan hidup
·
Pendidikan berbasis keunggulan lokal
dan global.
e)
Silabus
Silabus merupakan rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan.
f)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran
untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar
Isi dan dijabarkan dalam silabus.
2.2.4 Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen,
proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan
pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar
Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan
pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan
kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana
tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan
kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1)
Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah;
2)
Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3)
Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah
satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta
didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1)
Isi
atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar
(KD).
2)
Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3)
Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
4)
Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi
kepedulian utama kurikulum.
5)
Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik
atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
6)
Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
dan memperkaya antar mata pelajaran.
7)
Proses
pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang
memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana
pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif
dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan.
Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit
dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsungPenilaian hasil belajar mencakup
seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan
pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan .
8)
kompetensi
pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat
memuaskan).
2.3 Pengembangan Kurikulum IPS SD di
Indonesia
Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dassar tahun
2006 yang ditetepakan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI
Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mempunyai karakteristik tersendiri karena
kurikulum IPS yang mulai berlaku tahun ajaran 2006 itu tidak menganut istilah
pokok bahasan, namun cukup simpel,yakni Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar. Hal ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya
dan jam pelajarn relatif lebih sedikit per minggunya. Kesemuanya ini memberikan
peluang yang luas bagi guru sebagai pengembang kurikulum untuk berkreasi dalam
pengembangan kurikulum yang mengacu pada pembelajaran IPS yang PAKEM
(Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan). Di tangan gurulah, kurikulum ini
dapat hidup dan berkembang.
Kurikulum Pendidikan IPS SD tahun 2006 bersifat hanya
memberi rambu-rambu untk kedalaman dan keluasan materi dalam mencapai
kompetensi dasar yang diharapkan, di sini aspirasi setempat (muatan lokal)
dapat dituangkan dalam proses pembelajaran IPS Terpadu. Di dalam kompetensi
dasar, terdapat kata kerja operasional
yang menunjukan cara pembelajaran yang disarankan. Apabila ditelaah maka
kata kerja operasional tersebut mengacu pada cara belajar aktif, misalnya
membuat, menunjukan, menceritakan, mencari, menggunakan, mengamati, dan
menggambar.
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar
terdiri dari materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Materi IPS SD
tidak nampak secara nyata, namun terata secara terpadu dalam standar kompetensi
yang dimulai sejak kelas satu sampai dengan kelas enam. Pembelajaran IPS pada
kelas 1 sampai kelas 6 dilaksanakan melalui pendekatan pembelajaran.
·
Kurikulum
2006 tertata dalam standar kompetensi tertata dalam kompetensi dari kelas 1
sampai kelas 6. Kurikulum 1994 materi pelajaran ditata lebih terpadu dan
sederhana. Kolerasi dalam berbagai ilmu atau
disiplin ilmu penunjang daripada kurikulum 1986.
·
Kurikulum
1968 materi IPS masih bersiri sendiri-sendiri secara terpisah antara Ilmu Bumi,
Sejarah, dan Pengetahuan Kewarganegaraan.
·
Kurikulum
1975 Pendidikan Kewarganegaraan dalam IPS mulai dipisahkan menjadi bidang studi
sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila.
·
Kurikulum
1994 PMP dan IPS tetap terpisah, PMP
diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) kelas 1 sampai
dengan kelas 6. pelajaran IPS diajarkan sejak kelas 3 SD.
1. Ditinjau dari tujuan kurikuler :
Kurikulum 1964 dan 1968 menekankan unsur tujuan Pendidikan
Kewargaan Negara/ Moral. Unsur tersebut
dalam kurikulum1975, 1986, 1994 terwadahi dalam bidang studi PMP/ PPKN.
2. Ditinjau dari segi penyusunan tujuan
kurikuler :
Kurikulum 1994 sama dengan kurikulum1986 yakni 4 tujuan
kurikuler IPS, masing-masing satu tiap kelas dan 3 tujuan kurikuler Sejarah
Nasional masing-masing satu tiap kelas.
3. Ditinjau dari segi lingkup bahan
pengajaran :
-
Kurikulum
1994 menggunakan pendekatan spiral (lingkup terdekat-luas). Pendekatan ini juga
berlaku untuk kurikulum sebelumnya.
-
Khusus
Sejarah Nasional menggunakan pendekatan periodisasi (zaman kuno- sejarah kontem
porer).
-
Kurikilum
1994 materi sejarah nasional ditambah ditambah sejarah lokal.
-
Kurikulum
1986 disamping sejarah nasional ditambah PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa )
4. Dari materi Kurikulum
-
Kurikulum
1964 sd 1986 materinya semakin padat dan sarat .
-
Kurikulum
1994 materi mulai di sederhanakan
,pengembangan materi diserahkan kepada guru .
-
Kurikulum
1964 ada 18 pokok bahasan
-
Kurikulum
1968 ada 19 pokok bahasan
-
Kurikulum 1975 ada 29 pokok bahasan
-
Kurikulum
1986 ada 39 pokok bahasan
-
Kurikulum
1994 ada 29 pokok bahasan
5. Dari segi alokasi waktu
-
Kurikulum 1986 dengan kurikulum 1994 tidak mengalami perbedan.
-
Kurikulum IPS
2006 relatif lebih sedikit yakni
3 jam dalam 1 minggu.
-
Perbedaan
yang esensial terletak pada jumlah pokok bahasan. Kurikulum 1986 sarat dan padat materi,sehingga
kedalaman materi kurang.
-
Kurikulum
1994 kedalaman dan keluasan diserahkan
kepada guru selaku pengembang dan
Kurikulum 2006 lebih simpel lagi.
2.4 Pembahasan didalam Kurikulum 2013
Perubahan
kurikulum mulai dari Sekolah Dasar, hingga Sekolah Menengah Atas, dilakukan
untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar para generasi muda mampu
bersaing di masa depan.
Kurikulum baru di SD menekankan
aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan
portofolio yang saling melengkapi. Di dalam Kurikulum 2013 ada beberapa
berubahan ada beberapa yang berubah dari kurikulum sebelumnya, diantaranya :
1.
Pelajaran berbasis tematik
Pada kurikulum sebelumnya, pelaksanaan pelajaran berbasis
tematik hanya pada kelas rendah, dan di kelas tinggi setiap mata pelajaran
terkesan berdiri sendiri. Namun, untuk kurikulum 2013 ini anak – anak SD tidak
lagi mempelajari masing – masing mata pelajaran secara terpisah, namun
pembelajaran berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan
pendidikan dasar menygyhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian di
kombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.
2.
Hanya ada 6 mata pelajaran
Pada kurikulum sebelumnya, untuk tingkat Sd ada 10 mata
pelajaran yang diajarkan yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargaeagaraan,
Bhasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Jasmani
dan Kesehatan, serta Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Sedangkan, pada
kurikulum baru mata pelajaran untuk anak SD yang semula berjumlah 10mata
pelajaran dipadatkan menjadi 6 mata pelajaran yaitu. Agama, PPkn, Matematika,
Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni Budaya.
3.
Pramuka menjadi ekskul wajib
Untuk Pramuka sendiri dalam kurikulum 2013 akan menjadi
ekskul yang wajib untuk semua jenjang, termasuk juga di dalamnya jenjang
Sekolah Dasar.
4.
Bahasa Inggris hanya sebagai kegiatan
ekskul
Bahas Inggris yang dihapus pada kurikulum 2013 ini telah
menjadi polemik. Rencana penghapusan ini didasari kekhawatiran akan membebani
siswa dan memprioritaskan terhadap penguasaan Bahasa Indonesia. Namun untuk
kurikulum 2013 di tingkat SD Bahasa Inggris termasuk dalam kegiatan
ekstrakurikuler bersama dengan Palang Merah, UKS, dan Pramuka.
5.
Mapel IPA dan IPS diintegrasikan dengan
6 mapel lain.
Empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu
IPA, IPS, muatan lokal dan pengembangan diri, pada kurikulum 2013 di SD akan
diintegrasikan dengan 6 mata pelajaran lainnya. Untuk mata pelajran IPA akan
menjadi materi pembahasaan pelajaran Bahas Indonesia dan Matematika. Mata
pelajaran IPS akan menjadi pembahasan materi Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sedangkan mulok dan pengembangan diri itu
kaitannya nanti dengan seni Budaya.
6.
Belajar di sekolah lebih lama.
Kurikulum 2013 ini justru membuat lama belajar anak
disekolah bertambah. Metode baru pada kurikulum ini mengharuskan anak-anak
untuk ikut aktif dalam pembelajran dan mengobservasi setiap temanya.
1.2 Materi IPS yang Diajarkan dalam Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen,
proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan
pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar
Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan
pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan
kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana
tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan
kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik
menjadi:
1)
Manusia berkualitas
yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
2)
Manusia terdidik
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri.
3)
Warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah
satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami
peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil
kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang
luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil
belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar
Kompetensi Lulusan.
Karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1)
Isi atau konten
kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI)
mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2)
Kompetensi Inti (KI)
merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3)
Kompetensi Dasar
(KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
4)
Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian
utama kurikulum.
5)
Kompetensi Inti
menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau
sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
6)
Kompetensi Dasar
yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
7)
Proses pembelajaran
didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan
memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten
yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah
kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah
kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses
pendidikan yang tidak langsung.
8)
Penilaian hasil
belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan
tingkat memuaskan).
Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1)
Kurikulum satuan
pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
2)
Standar kompetensi
lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan
program pendidikan.
3)
Model kurikulum
berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap,
pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas
dalam berbagai mata pelajaran.
4)
Kurikulum didasarkan
pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan
dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap
peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis
kompetensi.
5)
Kurikulum dikembangkan
dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan
dalam kemampuan dan minat.
6)
Kurikulum berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya.
7)
Kurikulum harus
tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8)
Kurikulum harus
relevan dengan kebutuhan kehidupan..
9)
Kurikulum diarahkan
kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
10)
Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11)
Penilaian hasil
belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi Implementasi
Kurikulum terdiri atas:
1)
Pelaksanaan
kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
-
Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
-
Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII,
VIII, X, dan XI
-
Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V,
VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2)
Pelatihan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3)
Pengembangan buku
siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4)
Pengembangan
manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah
(budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari –
Desember 2013
5)
Pendampingan dalam
bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah
implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
Berikut materi IPS SD
yang diajarkan pada kurikulum 2013 pada masing-masing kelas adalah :
1.
Pada kurikulum 2013 di kelas I dan II SD mata pelajaran IPS terintegrasi
ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran
lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu pada pendidikan
karakter seperti bagaimana cara menghargai keberagaman penduduk, budaya, agama
dan ras di Indonesia; mengajarkan siswa agar berbudi pekerti yang luhur;
mengajarkan siswa bagaimana cara yang baik dalam kehidupan sosial; serta
mengajarkan siswa bagaimana berperilaku yang baik dan benar.
2.
Untuk kelas III SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan
kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai
berikut : mengenal lingkungan sekitar, membuat denah lingkungan, pentingnya
bekerja sama, jenis-jenis pekerjaan, kegiatan jual beli, dan mengenal uang.
3. Pada kurikulum 2013 di kelas IV SD
mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn,
Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas
I SD lebih mengacu pada pendidikan karakter dengan materi seperti berikut : menghargai kebhinekatunggalikaan dan keberagaman
agama, suku bangsa; menyajikan bentuk-bentuk kepatuhan terhadap kebiasaan, tata
tertib,tradisi, dan adat dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat
sekitar; mengelompokkan identitas suku bangsa ( pakaian tradisional, bahasa,
pakaian adat, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), social ekonomi (
pekerjaan orang tua), di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar;
mengetahui keteladanan proklamator kemerdekaan RI melalui pengamatan;
menunjukkan keteladanan tokoh proklamator kemerdekaan RI dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan setempat; menerima tempat tinggal dan lingkunyannya
sebagaibagian NKRI (misal:empati terhadap kehidupan sekitarnya).
4.
Materi IPS yang diajarkan kepada siswa kelas V SD pada kurikulum 2013
adalah menunjukan prilaku cinta tanah air dan bangga pada produk Indonesia,
memahami nilai-nilai kesejarahan kerajaan-kerajaan pada masa kerajaan Hindu,
Budha, dan Islam melalui bacaaan dan pengamatan; melaksanakan hak dan kewajiban
(bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum) sebagai warga negara dalam kehidupan
sehari-hari sesuai dengan UUD 1945; memahami keragaman agama, sosial dan budaya
dalam bingkai kebinekaan; Menghargai perilaku
beriman dan bertaqwa
dalam kehidupansehari-hari melalui kegiatan ibadah dankegiatan sekolah;
Menyajikan berbagai permasalahan sosial di lingkungan sekitar
(kabupaten/kota, provinsi) melalui
gambar, video, atau cerita; Menerima keputusan
atas dasar kesepakatan
(musyawarah mufakat) ; Menghargaikebhinnekatunggalikaan produk budaya;Menunjukkan perilaku cinta tanah airIndonesia dan banggaterhadap produk Indonesia;
Mengetahui keanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika
melalui pengamatan; Meneladani tokoh (pahlawan) yang berperan dalam perjuangan menentang
penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia
5.
Untuk kelas VI SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan
kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai
berikut : perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia, kenampakan alam
dan keadaan sosial, benua-benua di dunia, gejala-gejala alam di Indonesia dan
negara-negara tetangga, perananan Indonesia pada era global, serta kegiatan
ekspor impor.
A.
Pengertian RPP dalam perencanaan
pembelajaran IPS di SD
1.
Pengertian dan Fungsi RPP
Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah
program perencanaan yang disusun sebaga pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk
setiap kegiatan proses pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
dikembangkan berdasarkan silabus. Silabus adalah rancangan program pembelajaran
satu atau kelompok mata pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, pokok materi yang harus
dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk
untuk mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. (Dr. Wina
Sanjaya, 2009).
Berdasarkan PP
19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: ”Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar”. Sesuai dengan
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP
dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
2.
Komponen-Komponen RPP
Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran minimal ada
lima komponen pokok
yaitu:
1.
Tujuan
Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai atau
dikuasai oleh siswa. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, yang harus dlakukan
oleh guru adalah menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK/KD)
menjadi indikator hasil belajar. Indikator hasil belajar adalah pernyataan
prilaku yang memiliki dua syarat utama, yakni bersifat obervable dan
berorientasi pada hasil belajar.
2.
Materi/isi
Materi/isi
pelajaran berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
3.
Strategi dan
metode pembelajaran
Strategi
adalah rancangan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu; sedangkan
metode adalah cara ang digunakan untuk mengimplementasikan strategi. Strategi
dan metode pembelajaran harus dirancang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Satu hal yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi dan metode
pembelajaran adalah strategi dan metode itu harus dapat mendorong sswa untuk
beraktifitas sesuai dengan gaya belajarnya. Sejumlah prinsip seperti yang
dijelaskan dalam PP No 19 tahun 2005 adalah proses pembelajaran harus
diselenggarakan secara interaktif, insfiratif, menyenangkan, memberikan ruang
yang cukup untuk bagi pengembangan prakarsa, kretaivitas sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
4.
Media dan sumber
belajar
Media
dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk mempermudah
pencapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan sumber belajar adalah segala sesuatu
yang mengandung pesan yang harus dipelajari sesuai dengan materi pelajaran. Penentuan
media dan sumber belajar harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
karakteristik daerah.
5.
Evaluasi
Evaluasi
diarahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam
pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang
proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap siswa. Untuk alat evaluas selain
tes ada juga non tes dalam bentuk tugas, wawancara, dan lain sebagainya.
B. Perbedaan
RPP KTSP dan RPP kurikulum 2013 di SD
Kurikulum
2013 sudah di implementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada
sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi
pada tanggal 15 juli 2013. Perbedaan kurikulum 2013 dengan KTSP, sebagai
berikut:
NO
|
Kurikulum 2013
|
KTSP
|
1
|
SKL (Standar
Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui permendikbud No.54
Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar isi, yang berbentuk kerangka
dasar kurikulum, yang dituangkan dalam permendikbud No. 67, 68, 69, dan 70
tahun 2013.
|
Standar isi
ditentukan terlebih dahulu melalui permendiknas No. 22 tahun 2006. Setelah itu ditentukan
SKL melalui permendiknas No. 23 Tahun
2006.
|
2
|
Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skill dan hard skill yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
|
Lebih
menekankan pada aspek pengetahuan
|
3
|
Dijenjang SD tematik terpadu untuk kelas
I-IV
|
Di jenjang SD
tematik terpadu untuk kelas I-III
|
4
|
Jumlah jam pelajaran perminggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran
lebih sedikit dibanding KTSP
|
Jumlah jam
pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaraan lebih banyak dibanding
dengan kurikulum 2013
|
5
|
Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di
jenjang SMP/SMA/SMK di lakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach),
yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
|
Standar
proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi.
|
6
|
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran,
melainkan sebagai media pembelajaran
|
TIK sebagai
mata pelajaran
|
7
|
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil
|
Penilaian
lebih dominan pada aspek pengetahuan
|
8
|
Pramuka menjadi ekstra kulikuler wajib
|
Pramuka bukan
ekstra kulikuler wajib
|
9
|
Permintaan (penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
|
Penjurusan
mulai kelas IX
|
10
|
BK lebih menekankan pengembangan potens siswa
|
BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa
|
2.1 Pengertian
Strategi Pembelajaran IPS di SD
Strategi pembelajaran merupakan
suatu cara atau pola yang digunakan oleh guru di dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar. Dalam pola tersebut tentu terkandung bentuk- bentuk rangkaian
perbuatan atau kegiatan guru dan siswa yang mengarah pada tercapainya
tujuan-tujuan pembelajaran (Raka Joni, 1980).
1.1
Pembelajaran
Nilai Dan Keterampilan Sosial
Dalam pengertian sehari-hari nilai diartikan sebagai
harga (taksiran harga), ukuran, dan perbandingan dua benda yang dipertukarkan.
Nilai juga bisa berarti angka kepandaian (nilai ujian, nilai rapor), kadar,
mutu, dan bobot. Dalam sosiologi, nilai mengandung pengertian yang lebih luas
daripada Pengertian sehari-hari.Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang
diinginkan, yang dicita-citakan, dan dianggap penting oleh warga
masyarakat.Nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar,
yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai social itu dapat tercipta
dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-sanksi
sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada
segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna
fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama.
Jadi
Keterampilan sosial, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan
orang lain, kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain dapat menimbulkan
rasa tertekan dan keterpencilan sosial. Disamping itu keterpencilan sosial
dapat pula menjadi sebab depresi terselubung. Misalnya berada diantara
lingkungan sosial yang baru, dan belum mengenal seluk beluk adat setempat
membuat seseorang mersa terpencil, dan mengakibatkan ragu-ragu, rasa rendah
diri, takut, cemas, dan sebagainya. Keterpencilan sosial banyak diderita oleh
seseorang yang berada di lingkungan yang jauh dan segalanya serba asing
Misalnya guru yang bertugas di desa terpencil yang jauh dari kampung halaman
dan keluarganya, akan merasa terpencil manakala ia tidak mampu mengembangkan
keterampilan sosialnya. Oleh karena itu seseorang yang memiliki keterampilan
sosial, dimanapun ia berada akan merasa nyaman.
Klp 6
2.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk
jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai ‘perantara’ atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT
(Association of Education and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai
segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang
turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi
bahan belajar). Sedangkan Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai
jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran. Penyampaian materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya
penyimpangan pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah bahwa siswa terlalu banyak
menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar mengajar
yang tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan memperbesar
peluang terjadinya verbalisme. Media yang difungsikan sebagai sumber belajar bila
dilihat dari pengertian harfiahnya juga terdapat manusia didalamnya, benda,
ataupun segala sesuatu yang memungkinkan untuk anak didik memperoleh informasi
dan pengetahuan yang berguna bagi anak didik dalam pembelajaran.
Sasaran penggunaan media
adalah agar anak didik mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu
memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan
variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,. Dengan demikian mereka dengan
mudah mengerti dan mamahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada
mereka. Dapat dikatakan bahwa media merupakan alat yang memungkinakn anak muda
untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat untuk mengingatnya
dalam waktu yang lama dibangdingkan dengan penyampaian materi pelajaran dengan
cara tatap muka dan ceramah tanpa alat bantuan. Cara memilih media pembelajaran yang tepat:
a. dapat mencapai tujuan
secara efektif dan efisien
b. dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
c. dapat melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda
d. tidak memilih media hanya dikarenakan media tersebut baru, canggih dan populer.
b. dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
c. dapat melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda
d. tidak memilih media hanya dikarenakan media tersebut baru, canggih dan populer.
Alasan-alasan pentingnya media dalam proses belajar mengajar :
1. Dalam proses belajar
mengajar akan lebih berhasil apabila anak proaktif dalam proses pembelajaran
tersebut..
2. Jumlah informasi yang
didapat seseorang rata-rata melalui media indra.
3. Pengetahuan yang dapat
diingat seseorang, antara lain bergantung pada melalui indra apa ia memperoleh
pengetahuannya.
Media yang akan digunakan harus memperhatikan beberapa
ketentuan dengan pertimbangan bahwa penggunaan media harus benar-benar berhasil
guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas pemahaman siswa.
FUNGSI DAN TUJUAN MEDIA PEMBELAJARAN
Secara
umum, media pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Memperjelas
penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2. Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Obyek yang terlalu
besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b. Obyek yang kecil
bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat
dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa
ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun secara verbal.
e. Obyek yang terlalu
kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain.
f. Konsep yang
terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam
bentuk film, gambar, video, dll.
3. Mengatasi sikap pasif siswa. Media
pembelajaran bisa berperan:
a. Menimbulkan
kegairahan belajar siswa
b. Memungkinkan
interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan siswa
belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
d. Dengan sifat yang
unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang
berbeda, akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan
siswa.
2.2 Nilai dan prinsip
pemanfaatan media dalam pembelajaran IPS
Nilai-nilai
dalam media pembelajaran IPS :
a. Memungkinkan
anak berinteraksi secaralangsung dengan lingkungannya.
b. Memungkinkan
adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.
c. Membangkitkan motivasi belajar.
d. Menyajikan
informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut
kebutuhan.
e.
Menyajikan pesan atau informasi secara serempak bagi seluruh anak.
f.
Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
g.
Mengontrol arah dan kecepatan anak.
2.3 Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media
Setelah kita menentukan pilihan media yang akan
kita gunakan, maka pada akhirnya kita dituntut untuk dapat memanfaatkanya dalam
proses pembelajaran. Media yang baik, belum tentu menjamin keberhasilan belajar
siswa jika kita tidak dapat menggunakannya dengan baik. Untuk itu, media yang
telah kita pilih dengan tepat harus dapat kita manfaatkan dengan sebaik mungkin
sesuai prinsip-prinsip pemanfaatan media.
Ada beberapa prinsip umum yang perlu kita
perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran, yaitu :
a. Setiap
jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu jenis media yang
cocok untuk semua segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan
belajar. Ibaratnya, tak ada satu jenis obat yang manjur untuk semua jenis
penyakit.
b. Penggunaan
beberapa macam media secara bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa
penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan
pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan tidak akan memperjelas
pelajaran. Oleh karena itu, gunakan media seperlunya, jangan berlebihan.
c. Penggunaan
media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih baik menggunakan
media yang sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media
canggih namun justru membuat siswa kita terheran-heran pasif.
d. Sebelum
media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana
pelajaran. Tentukan bagian materi mana saja yang akan kita sajikan dengan
bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan teknik penggunaannya.
e. Hindari
penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi
waktu kosong saja. Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk
mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu muncul setip kali guru
menggunakan media. Penggunaaan media yang sembarangan, asal-asalan, “daripada
tidak dipakai”, akan membawa akibat negatif yang lebih buruk daripada tidak
memakainya sama sekali.
f. Harus senantiasa
dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media. Kurangnya persiapan
bukan saja membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien,
tetapi justru mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu
diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.
2.3 Macam-macam media pembelajaran IPS
Banyak
sekali media yang dapat dipakai dalam kegiatan pembelajaran, termasuk
didalamnya kegiatan pembelajaran dalam pengajaran Pendidikan Ilmu Sosial.
Dengan keanekaragaman media ini maka terdapat berbagai cara yang dapat
dipergunakan untuk mengadakan klasifikasi media, atas dasar kategori-kategori
tertentu. Misalnya saja media itu dapat diklasifikasikan menjadi :
- Media cetak dan non cetak
- Media elektronik dan non elektronik
- Media proyeksi dan non proyeksi
- Media audio, visual dan audio-visual
- Media yang sengaja dirancang (by design) dan media yang dimanfaatkan (by utilization)
Satu
hal yang perlu diketahui, bahwa hingga saat ini belum ada taksonomi yang
sifatnya baku dan berlaku umum. Yang jelas bahwa klasifikasi jenis-jenis media
ini akan sangat dipengaruhi oleh tujuan klasifikasi itu sendiri.
Sebagai gambaran berikut ini
dikemukakan beberapa dari usaha mengklasifikasikan media yang dilakukan atau
dibuat oleh beberapa ahli. Rudy Bretz (1971) membuat klasifikasi media atas
dasar ciri utamanya menjadi 3 unsur pokok yaitu suara, bentuk visual dan gerak.
Disamping itu dia juga mengadakan klasifikasi anatar media rekaman dan media
telekomunikasi (transmisi). Atas dasar 2 hal diatas, maka dia menemukan 7
klasifikasi media yaitu: media audio, media gerak, audio visual diam, audio
visual gerak, visual gerak, visual diam. Audio dan media cetak.
Wilbur Schramm (1977)
mengklasifikasikan media berdasarkan kompleksitas dan besarnya biaya, menjadi 2
kelompok yaitu media besar (big-media) dan media kecil (little-media). Ia juga
mengklasifikasikan media atas dasar daya jangkau dan liputannya menjadi: (1).
Media yang luas dan serentak meliputi banyak audience seperti TV, Radio, (2).
Media yang terbatas liputannya seperti: film, slide, kaset, video, dsb. dan
(3). Media untuk belajar secara individual (mandiri) seperti: buku, model,
program belajar dengan komputer (Computer Assisted Instruction: CAI).
2.4 Kriteria Pemilihan Media
Pengajaran IPS
1. Media
yang digunakan dalam pengajaran IPS harus dapat mencapai tujuan pelajaran
secara efektif.
2. Media
yang digunakan dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis bagi
siswa.
3. Media
yang digunakan dapat melayani kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
4. Media
yang digunakan tidak karena alat itu biasa atau canggih, melainkan
kebermaknaanya dalam proses pembelajaran.
5. Media
yang digunakan tidak benar-benar bisa dioperasikan oleh guru.
6. Media
yang digunakan hendaklah mudah untuk diperoleh dan murah harganya, setidaknya
sesuai dengan kemampuan sekolah untuk mengadakannya.
2.5 Pemanfaatan Media Massa sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Media massa adalah suatu
jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan
informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian
"dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya
penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah
esensial. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu :
media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik
(televisi dan radio, termasuk internet). Media massa dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakekatnya merupakan
representasi audio-visual masyarakat itu sendiri. Sehingga fenemona faktual
yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung (live) diliput dan
ditayangkan media massa (melalui siaran televisi atau radio, misalnya).
Pemanfaatan media massa artinya penggunaan berbagai bentuk media massa, baik
cetak maupun elektronik untuk tujuan tertentu-yang dalam kajian ini disebut
sebagai sumber pembelajaran IPS.
Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media
massa sebagai sumber pembelajaran IPS secara optimal dan efektif sehingga dapat
menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu :
1. Media massa dapat memperbaiki bagian konten
dari kurikulum IPS;
2. Media massa dapat dijadikan alat pembelajaran
yang penting bagi IPS; dan
3. Media massa dapat
digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial,
khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial.(Clark,
1965 : 46-54).
Sebagai konsekuensi
logis dari pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS di tingkat
persekolahan, maka menurut Rakhmat (1985 : 216-258), terdapat paling tidak
empat buah efek pemanfatan media massa, yaitu :
1. Efek
kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara
fisik.
2. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya
perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa.
3. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan
timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa dan
4. Efek behavioral, yaitu berkaitan pada
perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan kegiatan,
atau kebiasaan berperilaku siswa.
Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral
pengajaran di kelas adalah sebagai berikut:
1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima
pesan yang sama.
2)
Pengajaran bisa lebih menarik. Media
dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga
dan memperhatikan.
3)
Pembelajaran menjadi lebih interaktif
dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima
dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
4)
Lama waktu pengajaran yang diperlukan
dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam
jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
5) Kualitas hasil
belajar dapat ditingkatkan
6) Pengajaran dapat diberikan kapan dan
dimana diinginkan.
7)
Sikap positif siswa terhadap apa yang
mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8) Peran guru dapat
berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar.
2.6 Penggunaan Media
Pengajaran IPS
Suatu masalah atau tujuan pembelajaran dapat
ditangani dengan bantuan media ganda (the multimedia approach). Namun, seperti
yang telah kita bahas media pembelajaran haruslah dapat mengefektifkan,
mengefisienkan, memperkenalkan, dan memperluas cakrawala pandangan serta
memperkaya khasanah pengajaran IPS.
Daftar media pengajaran.
1. Papan tulis
Saran dalam penggunaan papan tulis :
a) Rancang dengan baik isi dan pola bahan
belajar yang akan ditulis,
b) Hindari menuliskan ikhtisar dan sajian yang
panjang,
c) Usahakan agar papan tulis tidak terlalu
penuh berjejal dengan tulisan,
d) Tulisan dan gambar
harus cukup besar supaya dapat terilihat jelas dari belakang.
Kita juga harus memikirkan letak papan tulis di
kelas. Sebaiknya papan tulis diletakkan di depan kelas bagian tengah. Selain
itu, sewaktu kita menghadap papan tulis sebaiknya tidak berbicara.
2. Papan pamer
Isi
papan pamer seharusnya mendorong siswa untuk berdiskusi, penuh informasi yang
menantang, dan dapat memperkaya bahan belajar IPS. Keterlibatan siswa sangat
penting sekali dalam pembuatannya. Disamping itu, hal ini pun secara tidak
langsung mendorong kreatifitas siswa.
3. Media pengganda
Tugas
utama dari media pengganda adalah menunjang media pembelajaran lainnya supaya
kegiatan belajar mengajar lebih bermakna. Yang digandakan adalah bahan belajar
IPS yang tidak terdapat dalam buku pelajaran.
4. Buku-buku
Buku-buku yang ada perlu
ditelaah terlebih dahulu, dengan rambu-rambu :
a) sudah mendapat
pengesahan dari Depdikbud;
b)
isi buku menunjang pencapaian tujuan pengajaran;
c)
isinya jelas dapat dipercaya kebenarannya, tepat, dan tidak ketinggalan zaman;
d) tidak menyinggung
masalah SARA;
e) gayanya jelas,
menarik, merangsang berpikir, dan sesuai dengan kemampuan siswa;
f) ilustrasi, peta,
gambar, foto tepat, jelas, menarik, dan memadai.
Yang perlu diingat adalah bahwa bukan buku
pelajaran yang menentukan batas pembahasan tetapi sekedar wahana untuk
mendorong siswa belajar.
5. Majalah dan surat kabar
Majalah untuk anak sekarang sudah cukup banyak.
Siswa sudah terbiasa membaca dan mempelajari majalah. Dalam isinya terdapat
bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya bahan belajar.
6. Slide dan transparan
Keduanya merupakan media yang dapat
diproyeksikan sehingga seluruh kelas dapat menyaksikan. Bedanya, slide dibuat
dengan pengambilan foto, sedang transparan dibuat dengan cara menulisi kertas
transparan tersebut.
7. Filmstrip
Filmstrip
mirip dengan slide, bedanya ialah slide merupakan lembaran film yang terpisah.
Sedangkan filmstrip merupakan rangkaian film.
8. Model dan realia
Model adalah alat-alat
yang sangat dekat (mirip sekali) dengan kenyataannya. Realia merupakan
representasi dari sesuatu benda yang sebenarnya.
9. Gambar
Tujuan
pengajaran menjadi acuan untuk memilih dan menggunakan gambar. Ukuran gambar
juga harus diperhatikan agar memungkinkan untuk dilihat seluruh kelas. Supaya
dapat mencapai hasil yang lebih baik judul dan penjelasan gambar perlu juga
dipertimbangkan secara matang.
10. Peta dan globe
10. Peta dan globe
Peta
merupakan gambaran permukaan bumi dalam bidang datar. Globe merupakan tiruan
bola bumi. Karena peta dapat digambarkan lebih besar maka menurut skala
tertentu peta akan dapat menggambarkan bentuk morfologi lebih tepat dari globe.
Sedangkan untuk gambaran bumi secara keseluruhan globe lebih unggul.
11. Pita suara
Pita suara dapat dapat digunakan untuk merekam suara
khas ataupun penjelasan dari narasumber.
12. Radio
Supaya
acara radio dapat memberikan manfaat yang optimal untuk pembelajaran maka
pertimbangan berikut perlu terlebih dahulu diikuti dengan seksama: a) apakah
acara siaran tersebut membantu para siswa mencapai tujuan pengajaran; b) apakah
bahan belajar yang disajikan bersifat autentik, tepat dan jujur; c) apakah
bahan belajar dan cara penyajiannya sesuai dengan kemampuan anak; d) apakah
acara tersebut mendorong kegiatan tambahan atau memotivasi belajar lebih
lanjut.
13. Siaran televise
Beberapa
acara televisi dapat dijadikan bahan pengajaran IPS. Hal ini dapat dilakukan
dengan misalnya, menugasi siswa untuk mencatat apa yang diperoleh dalam siaran
tertentu.
14. Sumber masyarakat
Sumber
masyarakat member pengalaman langsung kepada para siswa dalam arti sebenarnya.
Pengalaman yang didapat lebih nyata.
15. Kunjungan studi
Kunjungan
atau wisata studi dapat memberi pengalaman yang mengesankan pada siswa. Hal ini
jangan sampai hanya dianggap sebagai usaha untuk memberikan suasana santai atau
selingan dalam belajar tapi untuk penelitian studi. Sebelum melaksanakan
kunjungan studi harus direncanakan terlebih dahulu persiapan mengenai
perizinan, tujuan kunjungan, jadwal berangkat dan kembali, dan apa yang akan
diamati dalam perjalanan para peserta. Sebaiknya bahan amatan itu lahir dalam
diskusi kelas pada saat kita membahas suatu masalah yang pemecahannya
memerlukan kunjungan studi.Saat pelaksanaan peserta tidak boleh berkeliaran.
Mereka perlu mendapat penjelasan tentang apa yang harus dikerjakan. Selama di
tempat, peserta diminta untuk membuat catatan supaya hasil kunjungan studi
memberi pengayaan kepada bahan telaah IPS di kelas hasilnya perlu didiskusikan.
Manfaat kunjungan studi antara lain :
a) memberi pengalaman
langsung yang sukar diperoleh dengan cara lain,
b) mendorong perhatian
lebih tinggi pada pokok yang dipelajari,
c)
hal ini dapat menjembatani antara studi di kelas dengan masyarakat yang menjadi
sumber telaah,
d)
dapat memberikan kesempatan menerapkan pengetahuan dan mendapat informasi baru,
e)
memberi kesempatan berlatih dalam pengalaman sosial,
f)
dapat mendorong inisiatif, memperluas wawasan, dan menghargai beberapa situasi
kehidupan.
16. Narasumber
Yang
dapat menjadi narasumber adalah mereka yang mempunyai pengalaman luas atau
pejabat khusus yang dapat memberikan informasi yang autentik. Dalam
pelaksanaannya diperlukan persiapan yang matang. Narasumber yang diundang harus
cocok dengan bahan belajar yang akan dibahas.
Klp 7
2.1
Pengertian
Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian
kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai
pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman
sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun
negara (Banks, 2001). Di dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang
menilai penting aspek keragaman budaya dalam membentuk perilaku manusia.
James A. Banks dalam bukunya ”Multicultural
Education,” mendefinisikan Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan
pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita,
siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompmakalah
ok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang
sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup:
Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup:
a. Ide
dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya.
b. Gerakan
pembaharuan pendidikan.
c.
Proses pendidikan.
2.2 Dasar Pendidikan Multikultural
Berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia yang
multikultural, maka untuk membentuk negara Indonesia yang kokoh perlu
mengembangkan jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultural.
Jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultur ini adalah Pendidikan
Multikultural. Pendidikan Multikultural paling tidak menyangkut tiga hal yaitu
(1) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya, (2) gerakan
pembaharuan pendidikan dan (3) proses.
1.Kesadaran Nilai
Penting Keragaman Budaya
Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa
memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis,
ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing.
Pendidikan Multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang
karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk
belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian
adanya namun perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk
membedakan. Artinya perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan
perlu sikap toleransi agar kita bisa hidup berdampingan secara damai tanpa
melihat unsur yang berbeda itu untuk membeda-bedakan.
2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Ide penting yang lain dalam Pendidikan Multikultural
adalah bahwa sebagian siswa yang berkarakteristik, ternyata ada yang memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu sedangkan
siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu.
Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak
kelompok siswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, walaupun itu
dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya
bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan
yang lain
3. Proses Pendidikan
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses
(pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah terrealisasikan secara penuh.
Pendidikan Multikultural adalah proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus
dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus (an ongonging process), dan
bukan sebagai sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan
Multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara utuh bukan sekedar
meningkatkan skor.
2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan Pendidikan Multikultural dapat mencakup tiga
aspek belajar (kognitif, afektif, dan tindakan) dan berhubungan baik
nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai instrumental (means) Pendidikan
Multikultural.Tujuan Pendidikan Multikultural mencakup:
1. Pengembangan
Literasi Etnis dan Budaya
Salah
satu alasan utama gerakan untuk memasukkan Pendidikan Multikultural dalam
program sekolah adalah untuk memperbaiki kelalaian dalam penyusunan kurikulum.
Pertama, kita harus memberi informasi pada siswa tentang sejarah dan kontribusi
dari kelompok etnis yang secara tradisional diabaikan dalam kurikulum dan
materi pembelajaran, kedua, kita harus menempatkan kembali citra kelompok ini
secara lebih akurat dan signifikan, menghilangkan bias dan informasi menyimpang
yang terdapat dalam kurikulum. Yang dimaksud dengan informasi menyimpang ini
adalah informasi yang salah tentang sistem nilai dan budaya dari etnis tertentu
atau melihat sistem nilai budaya mereka dari sudut pandang kelompok lain. Siswa
masih terlalu sedikit mengetahui tentang sejarah, pewarisan, budaya, bahasa,
dan kontribusi kelompok masyarakat yang beragam dari bangsanya sendiri.
Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural
adalah mempelajari tentang latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik
budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi
sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis mayoritas dan
minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analistis, dan komparatif, dan
harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok-kelompok yang ada.
2. Perkembangan
Pribadi
Dasar
psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman
diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas
pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan
Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi
pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi
terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa
merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif
(menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan
identitasnyanya. Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan
penelitian yang berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara konsep
diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.
3. Klarifikasi
Nilai dan Sikap.
Pendidikan
Multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat
manusia (human dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan demokrasi.
Maksudnya adalah mengajari generasi muda untuk menghargai dan menerima
pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama dengan
kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa keragaman merupakan
bagian integral dari kondisi manusia. Pengklarifikasian sikap dan nilai etnis
didesain untuk membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai itu tidak
dapat dielakkan dalam masyarakat pluralistik dan bahwa konflik tidak harus
menghancurkan dan memecah belah.
4. Kompetensi
Multikultural
Penting
sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan dan memahami
orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya. Dunia kita
menjadi semakin lebih beragam, kompak, dan saling tergantung. Namun, bagi
sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya dihabiskan dengan
isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan kultural. Kita biasa
hidup dalam kantong-kantong budaya yang sempit yang hanya mengenal budaya yang
sempit pula. Peralihan dari generasi ke generasi mengalami penurunan pemahaman
akan budaya kita.
Pendidikan
Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan mengajarkan ketrampilan
dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif,
analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif,
dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap, harapan,
dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat membantu siswa mempelajari
bagaimana memahami perbedaan budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang
semena-mena tentang nilai intrinsiknya. Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi
pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada siswa untuk
mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan
situasi yang berbeda.
5. Kemampuan
Ketrampilan Dasar
Tujuan
utama Pendidikan Multikultural adalah untuk memfasilitasi pembelajaran untuk
melatih kemampuan ketrampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis.
Pendidikan Multikultural dapat memperbaiki penguasaan membaca, menulis dan
ketrampilan matematika; materi pelajaran; dan ketrampilan proses intelektual
seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pemecahan konflik dengan
memberi materi dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka
berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis. Menggunakan materi, pengalaman,
dan contoh-contoh sebagai konteks mengajar, mempraktekkan, dan
mendemonstrasikan penguasaan ketrampilan akademis dan mata pelajaran dapat
meningkatkan daya tarik pembelajaran, mempertinggi relevansi praktis
ketrampilan yang dipelajari, dan memperbaiki tempo siswa dalam melaksanakan
tugas.
6. Persamaan
dan Keunggulan Pendidikan
Tujuan
persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan
dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan
komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik harus memahami secara
keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan
keputusan pendidikan. Mereka harus mengembangkan berbagai alat untuk melengkapi
hasil belajar yang menggambarkan preferensi dan gaya dari berbagai kelompok dan
individu. Dengan memberi pilihan yang lebih pada semua siswa pilihan tentang
bagaimana mereka akan belajar, pilihan yang sesuai dengan gaya budaya mereka,
tidak seorang pun akan terlalu dirugikan atau diuntungkan pada level prosedural
dari belajar. Pilihan ini akan membimbing ke paralelisme (misalnya persamaan)
dalam kesempatan belajar dan lebih komparatif dalam prestasi maksimum siswa
dalam kemampuan intelektualnya.
7. Memperkuat
Pribadi untuk Reformasi Sosial
Tujuan
terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di
sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan
melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan ketrampilan siswa sehingga
mereka menjadi agen perubahan sosial (social change agents) yang memiliki komitmen
yang tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan
(disparities) etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak
berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki
pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan
pengambilan keputusan, ketrampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan
komitmen moral atas harkat dan persamaan. Mereka tidak hanya perlu memahami dan
mengapresiasi mengapa pluralisme etnis dan budaya itu ada, namun juga bagaimana
menterjemahkan pengetahuan kepada keputusan dan tindakan yang berhubungan
dengan isu, peristiwa dan situasi sosiopolitis yang esensial.
8. Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan
tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan
berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu Pendidikan
Multikultural perlu menambahkan materi, program dan pembelajaran yang
memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan dengan menghilangkan etnosentrisme,
prasangka, diskriminasi dan stereotipe.
9. Memiliki
wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia.
Hal
ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia (world
citizen). Namun siswa harus tetap dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak
berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir
secara internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi
yang ada di sekitarnya – act locally and globally.
10. Hidup
berdampingan secara damai.
Dengan
melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai
kemanusian, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok
lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara damai.
2.4
Fungsi Pendidikan Multikultural
The National Council
for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang menunjukkan
pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural.
Fungsi tersebut adalah :
Fungsi tersebut adalah :
1.
Memberi konsep diri
yang jelas.
2. Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan
budaya ditinjau dari
sejarahnya.
3. Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan
realitas itu memang ada pada setiap masyarakat.
4. Membantu mengembangkan pembuatan keputusan
(decision making), partisipasi sosial dan ketrampilan kewarganegaraan
(citizenship skills).
5. Mengenal
keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Pendidikan Multikultural memberi tekanan bahwa
sekolah pada dasarnya berfungsi mendasari perubahan masyarakat dan meniadakan
penindasan dan ketidak adilan. Fungsi pendidikan multikultural yang mendasar
adalah mempengaruhi perubahan sosial. Jalan di atas dapat dirinci menjadi tiga
butir perubahan :
1
perubahan diri
2. perubahan
sekolah dan persekolahan
3. perubahan masyarakat
Perubahan
diri dimaknai sebagai perubahan dimulai dari diri siswa sendiri itu sendiri
yang lebih menghargai orang lain agar dia bisa hidup damai dengan
sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata perlakunya di
lingkungan sekolah dan berlanjut hingga di masyarakat. Karena sekolah merupakan
agen perubahan, maka diharapkan ada perubahan yang terjadi di masyarakat
seiring dengan terjadi perubahan yang terdapat dalam lingkungan persekolahan.
(Gorski, 2001).
2.5
Teori Pendidikan Multikultural
1. Horace Kallen.
Jika
budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu
dapat disebut pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya
ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu
dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan,
tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba
mengekspresikan bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika
Serikat itu penting dan masing-masing berkontribusi unik menambah variasi dan
kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui bahwa budaya
yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui
bahwa budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara
budaya-budaya yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya
Amerika
2. James A. Banks
Kalau Horace Kallen perintis teori
multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan
Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya.
Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari
bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa
harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa
yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut
serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Dia juga perlu
disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka
ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing.
Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya.
Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan
dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and
history in the making) sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu
diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa
masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan
penafsiran orang lain.
3. Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul
Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa
keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang
"perbedaan" yang nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau
teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih
dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus
benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk
membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang
radikal (Martin, 1998: 128).
2.6
Pendekatan terhadap Pendidikan Multikultural
Tahap-tahap Integrasi Materi Multikultural ke dalam Kurikulum:
1. Pendekatan kontribusi
Ciri pendekatan kontribusi adalah dengan memasukkan pahlawan etnis dan
benda-benda budaya yang khas ke dalam kurikulum, yang dipilih dengan
menggunakan kriteria budaya aliaran utama.
2. Pendekatan Aditif
Pendekatan aditif memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi etnis ke
dalam kurikulum tanpa restrukturisasi, suatu proses yang akan memakan waktu,
usaha, latihan dan pemikiran kembali dari maksud, sifat dan tujuan kurikulum
yang substansial. Pendekatan aditif dapat menjadi fase awal dalam upaya
reformasi kurikulum transformatif yang didesain untuk menyusun kembali
kurikulum total dan untuk mengintegrasikannya dengan materi, perspektif dan
kerangka pikir etnis.
3. Pendekatan Transformasi
Pendekatan transformasi (The transformation approach) berbeda secara
mendasar dari pendekatan kontribusi dan aditif. Pada kedua pendekatan, materi
etnis ditambahkan pada kurikukulum inti aliran utama tanpa mengubah asumsi
dasar, sifat, dan strukturnya. Dalam pendekatan transformasi ada perubahan
dalam tujuan, struktur, dan perspektif fundamental dari kurikulum.
4. Pendekatan
Aksi Sosial.
Pendekatan Aksi Sosial
(the Social Action Approach) mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi
namun menambahkan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat keputusan dan
melakukan aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari
dalam unit. Tujuan utama dari pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik
siswa melakukan untuk kritik sosial dan perubahan sosial dan mengajari mereka
ketrampilan pembuatan keputusan. Untuk memperkuat siswa dan membantu mereka
memperoleh kemanjuran politis, sekolah seharusnya membantunya menjadi kritikus
sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan sosial.
Tujuan tradisional dari persekolahan yang telah ada adalah untuk mensosialisasi
siswa sehingga mereka menerima tanpa bertanya ideologi, lembaga, dan praktek yang
ada dalam masyarakat dan negara.
2.7
Karakteristik Indonesia Sebagai Masyarakat Multikultur.
A.Karakteristik Indonesia
1. Jumlah
penduduk yang besar dengan ketrampilan yang rendah.
2. Wilayah
yang luas. Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km persegi yang
menduduki urutan 15 terbesar dunia.
3. Posisi
silang. Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia)
4. Ke
kayaan alam dan daerah tropis.
5. Jumlah
pulau yang banyak.
6. Persebaran
pulau.
7. Kualitas
hidup yang tidak seimbang
8. Perbedaan
dan kekayaan etnis.
B. Problem Pendidikan Multikultural di
Indonesia
1) Keragaman
Identitas Budaya Daerah
2) Pergeseran
Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
3) Kurang
Kokohnya Nasionalisme
4) Fanatisme
Sempit
5) Konflik
Kesatuan Nasional dan Multikultural
6) Kesejahteraan
Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok Budaya
7) Keberpihakan
yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam memberitakan peristiwa.
C. Problem Pembelajaran Pendidikan
Multikultural
Beberapa permasalahan
awal Pembelajaran Berbasis Budaya pada tahap persiapan awal, antara lain:
1) guru
kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
2) guru
kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya,
terutama dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya;
3) rendahnya
kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat,
ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya
masing-masing dalam konteks budaya masing-masing dalam konteks pengalaman
belajar yang diperoleh (Dikti, 2004: 5).
2.8
Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Makna Pendidikan
Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Multikultural :
A.Pendidikan Multikultural sebagai
gerakan reformasi pendidikan.
Pendidikan
Multikultural dapat dipandang sebagai suatu gerakan reformasi yang mengubah
semua komponen kegiatan pendidikan. Komponen itu mencakup:
a. nilai-nilai yang mendasari, artinya
nilai-nilai yang bersifat pluralisme harus mendasari seluruh komponen
pendidikan. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat yang
mendasarinya.
b.aturan prosedural, artinya aturan
prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok yang
beragam itu.
c.kurikulum. Keragaman budaya menjadi
dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan, bahan,
proses, dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang di dalamnya
mencerminkan nilai-nilai multikultural. Kurikulum berperan sebagai media dalam
mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
d.bahan ajar, artinya materi
multikultural itu harus tercermin dalam materi pelajaran, pada semua bidang
studi. Multikultural bukan hanya diajarkan satu bidang studi melainkan lebih
merupakan materi pelajaran yang bisa disisipkan pada semua bidang studi.
e.struktur organisasi, artinya struktur
organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi riil yang pluralistik. Budaya
di lingkungan unit pendidikan yang pluralistik adalah sumber belajar dan objek
studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa
f.pola kebijakan artinya pola kebijakan
yang diambil oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralisme budaya.
B. Pendidikan Multikultural sebagai
proses.
Pendidikan
Multikulturan bermaksud untuk mengubah struktur lembaga pendidikan sehingga
semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademis.
Pendidikan Multikultural merupakan suatu proses yang terus menerus yang
membutuhkan investasi waktu jangka panjang di samping aksi yang terencana dan
dimonitor secara hati-hati (Banks & Banks, 1993). Selain di lembaga
pendidikan, siswa dapat pula mengalami proses pembelajaran yang diperoleh lewat
perilaku yang terencana dan sistematis. Siswa dapat memperoleh pembelajaran
lewat penyadaran dan penghormatan terhadap orang cacat dengan memberi jalur
khusus di stasiun, terminal ataupun bandara. Di kota besar seperti Jakarta,
pemberian jalur khusus untuk orang cacat (misalnya stasiun Gambir dan Bandara
Sukarno Hatta) dapat membelajarkan siswa.
2.9
Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
A. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Bentuk pengembangan
Pendidikan Multikultural di setiap negara dapat berbeda-beda sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Pengembangan Pendidikan
Multikultural di Indonesia dapat berbentuk :
1. Penambahan
materi multikultural yang dalam aktualisasinya berupa pemberian materi tentang
berbagai budaya yang ada di tanah air dan budaya berbagai belahan dunia. Pesan
multikultural bisa dititipkan pada semua bidang studi atau mata pelajaran yang
memungkinkan untuk itu. Semua bidang studi bisa bermuatan multikultural. Namun
disadari bahwa ada mata pelajaran yang lebih mungkin dibandingkan yang lain
untuk mengajarkan Pendidikan Multikultural. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
lebih mungkin mengajarkan multikultural dibandingkan dengan matematika.
2. Berbentuk
bidang studi atau mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sekarang sudah ada
perintisan yang dilakukan dalam bentuk satu mata pelajaran atau bidang studi
yang berdiri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan Multikultural sebagai
ide, gerakan reformasi dan proses tidak dilakukan sambil lalu dan seingatnya
namun benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas tidak akan
dapat dicapai bila hanya dicantumkan sebagai satu pokok bahasan atau sub pokok
bahasan dalam satu bidang studi.
3. Berbentuk
program dan praktek terencana dari lembaga pendidikan. Pendidikan Multikultural
berkaitan dengan tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi dari kelompok yang berbeda.
Konsekuensinya, Pendidikan Multikultural tidak dapat diidentifikasi sebagai
praktek aktual satu bidang studi atau program pendidikan saja. Lebih dari itu,
pendidik yang mempraktekkan makna Pendidikan Multikultural akan menggambarkan
berbagai program dan praktek yang berkaitan dengan persamaan pendidikan,
perempuan, kelompok etnis, minoritas bahasa, kelompok berpenghasilan rendah,
dan orang-orang yang tidak mampu.
4. Pada
wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural mungkin berarti (1) suatu
kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kelompok etnis; (2) suatu program
yang mencakup pengalaman multikultural, dan (3) suatu total school reform,
upaya yang didesain untuk meningkatkan keadilan pendidikan bagi kelompok
budaya, etnis, dan ekonomis. Ini lebih luas dan lebih komprehensif dan biasa
disebut reformasi kurikulum.
5.
Gerakan persamaan.
Gerakan persamaan ini lebih dilhat sebagai kegiatan nyata daripada sekedar
dibicarakan dalam forum-forum ilmiah. Di Kabupaten Nabire, Papua ada sebuah
kampung yang mencerminkan gerakan kebhinekaan yang bernama Kampung Bhineka
Tunggal Ika. Penduduk Kampung Bhineka Tunggal Ika ini terdiri dari orang Papua,
Timor, Jawa dan Bugis.
6. Proses.
Sebagai proses, maka tujuan Pendidikan Multikultural yang berasal keadilan
sosial, persamaan, demokrasi, toleransi dan penghormatan hak asasi manusia
tidak mudah tercapai. Perlu proses panjang dan berkelanjutan. Perlu ada
pembudayaan di segenap sektor kehidupan.
2.10
Asas-Asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia
Ada beberapa asas yang
menjadi ciri khas Pendidikan Multikultural Indonesia mengingat akan situasi dan
kondisi bangsa Indonesia yang telah ditempa sejarah penjajahan yang panjang.
Asas-asas itu antara lain :
a. Asas
wawasan nasional/kebangsaan (persatuan dalam perbedaan). Asas ini menekankan
pada konsep kenasionalan/kebangsaan. Asas yang didasarkan kepemilikan bersama
(sense of belonging) yang menjadi ciri budaya bangsa. Pancasila yang menjadi
kepribadian bangsa merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa yang menjadi ciri
unik Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain. Batik, wayang, musik keroncong,
pencak silat, kesenian suku Asmat yang dikenal dan diterima di segenap wilayah
negara ini sudah menjadi ikon nasional dan ikon bangsa. Dengan menyebut satu
budaya itu dunia mengetahui bahwa itu adalah ciri khas budaya bangsa Indonesia.
b. Asas
Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan). Konsep ini menekankan
keragaman dalam budaya yang menyatu dalam wilayah negara kita. Keragaman dalam
jenis tarian, pakaian, makanan, bentuk rumah dan sebagainya menjadikan
Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya yang menjadi mosaik budaya.
c. Asas
kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang
sederajat, diakui dan dikembangkan dalam kesetaraan. Tidak ada dominasi yang
memaksakan ke kelompok kecil. Kalau kebetulan budaya Jawa lebih dikenal itu
karena persoalan jumlah penduduk yang menduduki wilayah Jawa yang padat bukan
dominasi budaya sebagaimana halnya orang barat menganggap warga kulit putih
(White) yang lebih tinggi daripada kelompok kulit berwarna (colour).
d. Asas
selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan
perkembangan masing-masing, diserasikan dengan kondisi riil masing-masing dan
seimbang di seluruh wilayah dan seluruh bangsa Indonesia.
2.11
Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural
Ada tiga prinsip yang digunakan dalam menyusun
program Pendidikan Multikultural,yaitu :
1. Pendidikan Multikultural didasarkan kepada
pedagogik baru yaitu pedagogik yang
berdasarkan kesetaraan manusia (equity pedagogy). Pedagogik kesetaraan bukan
hanya mengakui hak asasi manusia tetapi juga hak kelompok manusia, kelompok
suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan kebudayaannya sendiri. Ada
kesetaraan individu, antarindividu, antarbudaya, antarbangsa, antaragama.
Pedagogik kesetaraan berpangkal kepada pandangan mengenai kesetaraan martabat
manusia (dignity of human).
2.
Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya.
Hanya manusia yang melek budayalah yang dapat membangun kehidupan bangsa yang
berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang membuka diri dari
pemikirannya yang terbatas. Manusia yang berbudaya hanya dibentuk di dalam
dunia yang terbuka. Manusia berbudaya juga manusia yang bermoral dan beriman
yang dapat hidup bersama yang penuh toleransi yang bukan sekedar demokrasi
prosedural tapi demokrasi substantif.
3.
Prinsip globalisasi budaya.Globalisasi kebudayaan ditandai dengan pesatnya
kemajuan teknologi, produk multinasional, perluasan budaya populer. Budaya
handphone, internet dan e-commerce sudah menggejala secara global.
2.12
Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural
Peranan Sekolah Dasar
sebagai Sistem Sosial
Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain :
Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain :
1. Kebijakan
dan politik sekolah
Dengan era KTSP sekarang ini kebijakan dan politik
sekolah sangat menentukan ke arah mana anak didik akan dikembangkan potensinya.
Kebijakan dan politik sekolah yang bernuansa khas dan unggul dapat dikembangkan
oleh sekolah itu secara terencana dan berkelanjutan.
2.
Budaya sekolah dan
kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum)
Budaya yang berlangsung di sekolah dan kurikulum
yang tersembunyi (hidden curriculum) sangat menentukan kepribadian yang
dikembangkan pada lingkungan sekolah. Keunikan budaya sekolah dapat dibaca
sebagai keunggulan komparatif. Misalnya di Sekolah Dasar tertentu dibudayakan
untuk setiap hari guru atau kepala sekolah menyambut kedatangan siswa di depan
pagar secara bergiliran untuk bersalaman untuk mengajarkan nilai keakraban,
kekeluargaan, rasa saling hormat dan kasih sayang.
3. Gaya belajar dan sekolah
Gaya belajar dan sekolah ikut mewarnai pembelajaran
yang berlangsung di sekolah itu. Gaya belajar siswa hendaknya diperhitungkan
oleh sekolah dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya (style)
sekolah itu dalam menciptkan kondisi belajar yang nyaman dan akrab dengan
kondisi siswa. Tentu tidak sama gaya sekolah perkotaan dengan segala
fasilitasnya dengan gaya sekolah pedesaan.
4.Bahasa dan dialog sekolah.
Bahasa dan dialek sekolah di sini
berkaitan dengan bahasa dan dialek yang digunakan di sekolah di mana sekolah
itu berada. Sekolah yang ada di Madura tentunya, disadari atau tidak, akan
mempengaruhi budaya anak didiknya karena dalam keseharian guru dan siswa itu
akan berkomunikasi lewat bahasa Madura atau minimal logat dialek Madura yang
kental. Sekalipun menggunakan bahasa Indonesia, kita akan dengan mudah
mengenali budaya anak didik dengan mengenal bahasa dan dialek yang digunakan
siswanya. Sekolah dasar di Jawa, khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur
yang banyak menggunakan bahasa dan dialek Jawa dapat membuat program mingguan
misalnya. Hari Sabtu untuk menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil pada waktu
istirahat. Kegiatan ini untuk menumbuh sikap hormat dan kesantunan pada anak
didik lewat penggunaan bahasa dan dialek yang dibudayakan di sekolah.
5. Partisipasi dan input masyarakat
Partisipasi dan input sekolah ikut menentukan arah
kebijakan dan iklim sekolah yang akan dikembangkan. Peranan Komite Sekolah
sangat bervariasi di tiap-tiap sekolah dasar. Bila kesadaran masyarakat akan
pendidikan tinggi dan komite sekolah dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan
pendidikan yang baik maka sekolah itu akan banyak mendapat bantuan dari
masyarakat, baik dana maupun pemantauan ke arah pengembangan sekolah ke depan.
Untuk itu Komite Sekolah perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal,
disegani dan berpengaruh di masyarakat, tetapi juga orang yang memiliki
komitemen yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan putra-putrinya.
6. Program penyuluhan/konseling
Program bimbingan dan penyuluhan/konseling akan
berperanan dalam membantu mengatasi kesulitan belajar pada anak, baik itu anak
yang mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus. Petugas
penyuluhan dapat memberikan masukan pada kepala sekolah tentang bakat terpendam
dari siswa asuhannya. Kemungkinan ada anak yang lemah dalam mata pelajaran
tertentu ternyata dia memiliki bakat yang besar dalam menari dan menyanyi yang
membutuhkan penyaluran bakat yang memadai.
7.
Prosedur asesmen dan pengujian
Memang saat ini, kita masih belum boleh melakukan
prosedur asesmen dan pengujian sendiri untuk mata pelajaran yang diujikan dalam
UAN (Ujian Akhir Nasional), namun kita bisa mengembangkan pada mata pelajaran
yang bukan termasuk dalam UAN. Asesmen dan pengujian tidak identik dengan duduk
di kelas dan mengerjakan soal dalam bentuk paper-pencil test. Asesmen bersifat
holistik yang menggambarkan kemampuan aktual keseharian anak. Anak akan dinilai
secara beda dalam arti dikurangi skornya bila dia terlibat dalam tindakan yang
kurang bermoral misalnya mencuri, sering membolos, kurang sopan, merokok di
sekolah dan sebagainya, walaupun dalam ujian di kelas nilainya bagus. Atau
sebaliknya, siswa yang menunjukkan penampilan dan sikap yang baik akan mendapat
skor tambahan yang dapat membantu mengangkat nilainya saat ujian di kelas.
8. Materi pembelajaran
Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang
yang paling cocok dapat memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran.
Penggunaan sempoa pada matapelajaran matematika, materi bacaan pada pelajaran
Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial, permainan tradisional dalam pelajaran
olah raga dan sebagainya. Kurikulum formal dan bidang studi. Kurikulum formal dan
bidang studi perlu memasukkan Pendidikan Multikultural itu sebagai bidang studi
tersendiri. Perlu ada bidang studi Pendidikan Multikultural tersendiri di
sekolah dasar untuk lebih mengenalkan budaya secara lebih terencana,
terorganisir dan matang, bukan sekedar dititipkan pada materi yang ada pada
bidang studi yang lain. Sekarang ini sudah ada sekolah dasar yang secara tegas
memunculkan bidang studi Pendidikan Multikultural di sekolah dasar. Diharapkan
hal ini akan diikuti oleh sekolah dasar yang lain.
9. gaya dan strategi mengajar
Gaya dan
strategi mengajar guru akan turut menentukan pendidikan anak didiknya. Mengapa?
Tentunya guru yang sedang mengajar anak didiknya tentunya sarat dengan nilai
budaya. Dia memiliki ideologi dan nilai-nilai budaya yang diperoleh sepanjang
hidupnya. Hal itu tentunya sangat mewarnai gaya dan strategi mengajar yang dia
gunakan di sekolah.
10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan
perilaku staf sekolah
Sikap, persepsi, kepercayaan dan
perilaku staf sekolah juga mempengaruhi kinerja sekolah. Seluruh staf yang
mendukung pembelajaran akan sangat membantu menciptakan kondisi pembelajaran
yang diinginkan dan begitu juga sebaliknya. Bila staf sekolah biasa berbicara
dengan tatakrama yang baik dan sopan maka anak didik juga akan dibiasakan
menggunakan itu di sekolah dan pada gilirannya menggunakannya di rumah dan di
masyarakat. Hal ini berarti staf sekolah perlu dipilih dan diangkat dari orang
yang mengerti dan mendapat bekal pendidikan yang sesuai. Staf sekolah bukan
sekedar berurusan dengan benda mati seperti kertas, penggaris, alat tulis atau
tanaman yang ada di sekolah, namun bergaul dengan seluruh komponen sekolah.
Sikap sinis dan tidak peduli dari staf sekolah akan sangat mempengaruhi kinerja
sekolah. Untuk itu perlulah memilih orang yang benar-benar cocok untuk profesi
itu.
2.13
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya Menuju Transformasi
Kurikulum Multikultural di Sekolah
Dasar. Tahap transformasi kurikulum berikut diadaptasi dari beberapa model yang
ada,termasuk oleh Banks (1993) dan McIntosh (2000), dan Paul C. Gorski.
Tahap 1. Status Quo atau Kurikulum Dominan (curriculum of the mainstream)
Di Amerika, kurikulum dominan berpusat pada Eropah dan pria. Kurikulum sangat mengabaikan pengalaman, suara, sumbangan, dan perspektif dari individu dan kelompok non-dominan pada semua bidang. Semua materi pendidikan yang mencakup buku teks, film, dan alat belajar yang lain menyajikan informasi dalam format yang Eropah-sentris dan pria sentris murni. Sleeter dan Grant (1999: 37) melihat tahap ini bertujuan mengasimilasi siswa yang terabaikan. Kurikulum dan pembelajaran berfokus pada "strategi mengajar yang memperbaiki kekurangan atau membangun jembatan antara siswa dan sekolah ".
Tahap 2. Hari Libur dan Pahlawan (Makanan, Festival, & Kesenangan)
Pada tahap ini ada kegiatan "merayakan" perbedaan dengan menyatukan informasi atau sumber tentang orang terkenal dan benda budaya dari berbagai kelompok ke dalam kurikulum yang dominan. Papan pengumuman dapat berisi gambar dari tokoh-tokoh kelompok yang bukan dominan dan guru dapat merencanakan perayaan khusus untuk Hari Kartini, Hari Anak, Hari Pahlawan atau HUT Kemerdekaan. Pagelaran tentang “budaya yang lain” berfokus pada kostum, makanan, musik, dan item budaya yang dapat diraba lainnya (other tangible cultural items). Kekuatan dari tahap ini adalah bahwa pengajar mencoba mendiversifikasi kurikulum dengan memberi materi dan pengetahuan di luar budaya dominan dan bahwa pendekatan Hari Libur dan Pahlawan benar-benar mudah diimplimentasikan dengan hanya memerlukan sedikit pengetahuan baru.
Tahap 3: Integrasi. Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan hari libur dengan menambahkan materi dan pengetahuan substansial tentang kelompok bukan dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat menambahkan pada koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan suatu unit yang mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru musik dapat menambah dari daerah Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara. Pada level sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada keseluruhan kurikulum.
Tahap 4. Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Kamus Budaya)
Guru mempelajari tradisi dan perilaku
budaya asal siswanya dalam upaya untuk lebih memahami bagaimana guru itu harus
memperlakukan siswa itu. Di Barat, khususnya Amerika Serikat, guru memiliki
buku pegangan yang mendeskripsikan bagaimana mereka seharusnya berhubungan
dengan siswa Afrika-Amerika, siswa Latin, siswa Asia Amerika, siswa Amerika
Asli, dan kelompok lain berdasarkan interpretasi terhadap tradisi dan gaya
komunikasi dari kelompok tertentu itu. Di Indonesia, khususnya di Jawa guru
perlu lebih mengenal budaya Jawa secara utuh budaya Jawa walaupun dia berasal
dari luar Jawa.
Tahap 5: Reformasi Struktural
Materi, perspektif, dan suara baru
diserukan dengan kerangka kerja pengetahuan yang mutakhir untuk memberi tahap
pemahaman baru dari kurikulum yang lebih lengkap dan akurat. Guru
mendedikasikan dirinya untuk memperluas dasar pengetahuannya secara berkelanjutan
melalui eksplorasi berbagai perspektif, dan berbagi pengetahuan dengan
siswanya. Siswa belajar memandang peristiwa, konsep, dan fakta melalui berbagai
kacamata. Misalnya, untuk "Sejarah Amerika" mencakup sejarah orang
Afrika-Amerika, Sejarah Wanita, Sejarah orang Asia Amerika, Sejarah orang
Amerika Latin, dan semua bidang pengetahuan yang berbeda. Nah sekarang, Anda
bandingkan dengan kondisi yang ada di Indonesia. Apa yang sebaiknya dicantumkan
untuk memenuhi ketentuan ini.
Tahap 6 Hubungan Manusia (Mengapa-kita-tidak-semuanya-ikut-serta)
Anggota masyarakat sekolah didorong
untuk memperingati perbedaan dengan membuat hubungan lintas identitas kelompok
yang berbeda. Guru memperlihatkan antusiasme untuk mempelajari tentang budaya
“yang lain” melalui pendekatan Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Intercultural
Teaching and Learning approach). Guru menggambarkan pengalaman pribadi siswa
sehingga siswa dapat belajar dari masing-masing yang lain. Melalui hubungan
antar pribadi, itu siswa dapat mengenal budaya siswa yang lain. Perbedaan
pengalaman dan budaya siswa yang berbeda-beda itu dilihat sebagai aset yang
memperkaya pengalaman kelas.
Tahap 7. Pendidikan Multikultural
Selektif (Kita melakukan Pendidikan Multikultural secara temporer) . Guru dan
staf memulai program temporer dan satu waktu tertentu dengan mengenal adanya
keketidak samaan dalam berbagai aspek pendidikan. Mereka dipanggil bersama-sama
dalam suatu pertemuan untuk mendiskusikan konflik rasial atau mendatangkan
seorang konsultan untuk membantu guru merancang perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran yang ditujukan untuk berbagai kelompok yang berbeda.
Tahap 8. Pendidikan Multikultural
Transformatif (Pendidikan persamaan dan Keadilan Sosial). Semua praktek
pendidikan dimulai dengan penentuan yang sama pada semua aspek sekolah dan
persekolahan dan menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
menggapai potensi sepenuhnya sebagai pelajar. Semua praktek pendidikan yang
menguntungkan suatu kelompok yang merugikan kelompok lain diubah untuk menjamin
persamaan. Tahap keenam ini sama dan sejalan dengan pendekatan aksi sosial dari
James A. Banks.
Klp 8
2.1
Pengertian dan Tujuan IPS
1.
Pengertian IPS
IPS sebagai suatu
progam pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep pengetahuan
semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga Negara dan
warga masyarakat yang tau akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki atas
kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya. Oleh karena itu peserta didik yang
dibina melalui IPS tidak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan berfikir
tinggi, namun peserta didik diharapkan pula memiliki kesadaran dan tanggung
jawab yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya.
Sebagai program pendidikan IPS yang
layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih
berbagai ketrampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar
peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain.
Mata pelajaran IPS di
sekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi
dimasyarakat, memilki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah
diorganisasikan secara baik.
2.
Tujuan IPS
Dalam kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah :
a. Mengenal konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b. Memilki
kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memilki komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d. Memilki kemampuan untuk
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,
ditingkat lokal, nasional dan global.
Sedangkan tujuan khusus
pengajaran IPS disekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen yaitu:
a. Memberikan
kepada Siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan masa akan datang.
b. Menolong siswa untuk
mengembangkan keterampilan (skill) untuk mencari dan mengolah informasi.
c. Menolong siswa untuk
mengembangkan nilai / sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian / berperan serta dalam
bermasyarakat.
2.2
Pengertian, Tujuan, Fungsi Serta Manfaat Perencanaan Pembelajaran
1.
Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah sebuah proses pemecahan
masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu pilihan (Herbert Simon, 1996). Perencanaan
bukan hanya membantu untuk mencipkan solusi tapi juga membantu untuk lebih
memahami permasalahan itu sendiri. Perencanaan merupakan suatu proses pemecahan
masalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Definisi lain mengenai perencanaan pembelajaran adalah proses
membantu guru secara sistematik dan menganalisis kebutuhan pelajar dan menyusun
kemungkinan yang berhubungan dengan kebutuhan.
2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat
Perencanaan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran pada dasarnya adalah rumusan kualifikasi kemampuan yang harus
dicapai oleh siswa (pengetahuan, sikap maupun keerampilan) setelah melakukan
proses pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran dengan indikator perubahan
yang terukur baik dari segi pengetahuan, sikap maupun keterampilan, tidak
berarti bahwa hanya sebatas itulah tujuan pembelajaran tersebut. Tercapainya
tujuan pembelajaran, merupakan merupakan tahap awal atau sebagai perantara
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas, komplek dan lebih tinggi lagi.
Dengan demikian tujuan pembelajaran dalam urutan tujuan, merupakan penjabaran
dari tujuan yang ada diatasnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan lembaga, atau
institusional, dan tujuan pendidikan nasional.
Pada garis besar, perencanaan
pembelajaran itu bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan
siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan perencanaan itu memungkinkan guru
memilih metode mana yang sesuai sehingga proses pembelajaran itu mengarah dan
dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Bagi guru, setiap pemilihan metode
berarti menentukan jenis proses belajar mengajar mana yang dianggap efektif
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuaskan. Hal ini juga mengarahkan bagaimana
guru mengorganisasikan kegiatan-kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang
telah dipilihnya. Dengan demikian betapa pentingnya tujuan itu diperhatikan dan
dirumuskan dalam setiap pembelajaran, agar pembeljaran itu benar-benar dapat
mencapai tujuan sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum.
Perencanaan
pembelajaranpun memiliki fungsi, yang menurut Kostelnik secara spesifik fungsi
perencanaan pembelajaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Mengorganisir pembelajaran yaitu
proses mengelola seluruh aspek yang terkait dengan pembelajaran agar tertata
secara teratur, logis dan sistematis untuk memudahkan melakukan proses dan
pencapaian hasil pembelajaran secara efektif dan efesien.
2.
Berpikir lebih kreatif untuk
mengembangkan apa yang harus dilakukan siswa yaitu melalui perencanaan, proses
pembelajaran dapat dirancang secara kreatif, inovatif. Dengan demikian proses
pembelajaran tidak dikesankan sebagai suatu proses yang monoton atau terjadi
sebagai suatu rutinitas.
3.
Menetapkan sarana dan fasilitas
untuk mendukung pembelajaran melalui perencanaan, sarana dan fasilitas
pendukung yang diperlukan akan mudah diidentifikasi dan bagaimana menelolanya
sehingga sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dapat terpenuhi untuk menunjang
terjadinya proses pembelajaran yang lebih efektif.
4.
Memetakan indikator hasil belajar
dan cara untuk mencapainya; yaitu melalui perencanaan yang matang, guru sudah
memiliki data tentang jumlah indikator yang harus dikuasai oleh siswa dari
setiap pembelajaran yang dilakukannya. Dengan demikian guruoun tentu saja sudah
membayangkan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai setiap indicator
tersebut.
5.
Merancang program untuk
mengakomodasi kebutuhan siswa secara lebih spesifik yaitu melalui perencanaa,
hal-hal penting yang terkait dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi yang
dimiliki siswa akan teridentifikasi dan merencanakan tindakan yang dianggap
tepat untuk meresponnya.
6.
Mengkomunikasikan proses dan hasil
pembelajaran; yaitu melalui perencanaan segala sesuatu yang terkait dengan kepentingan
pembelajaran sudah dikomunikasikan, baik secara internal yaitu terhadap
pihak-pihak yang terkait langsung dengan tugas-tugas pembelajaran, maupun
dengan pihak eksternal yaitu pihak-pihak mayarakat (stake holder).
Manfaat perencanaan pembelajaran (Andi, 2011) :
Ada beberapa manfaat perencanaan
pembelajaran , di antaranya adalah:
a. Dengan
perencanaan yang matang dan akurat, akan dapat diprediksi seberapa besar
keberhasilan yang akan dicapai.
Oleh kasrena
itu akan terhindar dari keberhasilan
yang sifatnya untung-untungan sebab segala kemungkinan kegagalan sudah dapat
diantisipasi oleh guru. Dalam perencanaan, guru harus paham tujuan apa yang
akan dicapai, strategi apa yang tepat dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai, dan dari mana sumber belajar yang dapat digunakan.
b.
Sebagai alat untuk memecahkan
masalah.
Dengan
perencanaan yang mtang, maka segala kemungkinan dan masalah yang akan timbul
dapat diantisipasi sehingga dapat diprediksi pula jalan penyelesaiannya.
c.
Untuk memanfaatkan berbagai sumber
belajar secara tepat.
Dengasn
perencanaan yang tepat, maka guru dapat menentukan sumber-sumber belajar yang
dianggap tepat untuk mempelajari suatu bahan pembelajaran sebab saat ini banyak
sekali sumber belajar yang ditawarkan baik melalui media cetak maupun
elektronik.
d.
Perencanaan akan membuat
pembelajaran berlangsung secara sistematis.
Dengan
perencanaan yang baik, maka pembelajaran tidak akan berlangsung seadanya,
tetapi akan terarah dan terorganisir dan guru dapat memanfaatkan waktu
seefektif mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Maka secara hakiki tujuan yang
paling mendasar dari sebuah perencanaan pembelajaran adalah sebagai pedoman
atau petunjuk bagi guru, serta mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan
siswa dalam proses pembelajaran.
Sedangkan fungsi dari
perencanaan adalah mengorganisasikan dan mengakomodasikan kebutuhan siswa
secara spesifik, membantu guru dalam memetakan tujuan yang hendak dicapai, dan
membantu guru dalam mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar.
Dari pendapat diatas, dapat kita
simpulkan bahwa perencanaan pembelajaran sangat bermanfaat dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai
pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran
juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung
guna mencapai tujuan belajar.
2.3 Pengertian RPP
RPP atau yang kita
kenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah sebuah perangkat
pembelajaran yang mendukung seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Ada beberapa definisi
RPP yang berkembang akhir-akhir ini, namun pengertian tentang apa itu RPP yang
sebenarnya adalah pengertian RPP yang berlandaskau UU No.19 tahun 2005 yaitu:
Seperangkat Rencana yang menggambarkan proses dan Prosedur pengorganisasian
kegiatan pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar (KD) yang telah
ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan di dalam silabus.
Dari pengertian RPP di
atas dapat kita pahami bahwa fungsi RPP adalah untuk mencapai satu KD, dan tidak
boleh memuat lebih dari satu kompetensi dasar di dalam sebuah RPP. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan perkiraan atau proyeksi mengenai
tindakan apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran.
RPP mengambarkan prosedur dan pengoraginasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam
silabus.
Adapun tujuan dan
manfaat pembuatan RPP yaitu; untuk memberikan landasan pokok bagi guru dan
siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator, memberi gambaran mengenai
acuan kerja jangka pendek, karena disusun dengan menggunakan pendekatan sistem,
memberi pengaruh terhadap pengembangan individu siswa, karena dirancang secara
matang sebelum pembelajaran, berakibat terhadap nurturant effect.
Komponen RPP seperti
tersebut di bawah ini :
1. Kompetensi
Dasar (KD)
2. Materi
standar
3. Kegiatan
Pembelajaran
4. Metode
Pembelajaran
5. Media
Pembelajaran
6. Sumber
Belajar
7. Alokasi
Waktu
2.4
Pengertian dan Macam – Macam Strategi Pembelajaran Kognitif
1.
Pengertian Strategi Pembelajaran Kognitif
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(J.R. David dalam Sanjaya, 2008:126). Selanjutnya dijelaskan
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan
guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien (Kemp dalam Sanjaya, 2008:126). Istilah strategi sering digunakan
dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran
strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik
dalam manifestasi aktivitas pengajaran (Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara
itu, Joyce dan Weil lebih senang memakai istilah model-model mengajar daripada
menggunakan strategi pengajaran (Joyce dan Weil dalam Rohani, 2004:33.
Nana
Sudjana menjelaskan bahwa strategi mengajar (pengajaran) adalah “taktik” yang
digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar
dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara
lebih efektif dan efisien (Nana Sudjana dalam Rohani, 2004:34). Jadi menurut
Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada pada pelaksanaan, sebagai
tindakan nyata atau perbuatan guru itu sendiri pada saat mengajar berdasarkan
pada rambu-rambu dalam satuan pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung
penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai
arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan
teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari
metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di
kelas saat pembelajaran berlangsung.
2.
Macam-macam Strategi Pembelajaran IPS
a. Pembelajaran
Kemampuan Berpikir
Penanaman konsep merupakan penunjang kemampuan
berpikir siswa, Konsep merupakan keadaan lingkungan ( abstraksi )
dari kesamaan dari jumlah benda atau fenomena. Contoh konsep yakni tanah,
sungai, gunung, uang, cuaca dan lain-lain. Pengajaran konsep mengembangkan
kemampuan kognitif dari yang terendah sampai tingkat tinggi.
Pengajaran konsep dapat dilakukan melalui dua pendekatan:
· Pendekatan
induktif dilakukan dengan mengkaji fenomena- fenomena sosial untuk mendapatkan
informasi yang selanjutnya dikembangkan menjadi fakta. Fakta-fakta tersebut
dirangkai sehingga menunjukkan adanya suatu kategori atau kesamaan tertentu.
· Pendekatan
deduktif pengajaran dimulai dengan pemberian konsep dan diteruskan untuk
menemukan fakta-fakta yang menjadi bagian konsep.
Pembelajaran kemampuan berpikir termasuk juga
didalamnya yaitu suatu kajian terhadap peristiwa, kejadian, fenomena atau
situasi ( study kasus) tertentu yang terjadi di tempat tertentu dan berhubungan
dengan aspek-aspek kehidupan manusia di masa lalu, masa kini atau masa yang
akan datang (S. Hamid Hasan, 1996:192). Sebuah peristiwa dapat dikatakan sebuah
kasus atau kejadian karena peristiwa itu unik serta terbatas pada waktu dan
tempat terjadinya peristiwa tersebut dan tidak terulang di tempat yang lain.
Contohnya, peristiwa kelahiran.
b. Strate Pembelajaran
Kemampuan Proses
1. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Dalam pengajaran IPS SD kelas di persekolahan
guru dapat mendorong siswa untuk belajarbmemecahkan masalah dengan menggunakan
metode pendekatan pemecahan masala (problem solving).
Dengan cara pendekatan
akan terjalin sebuah komunikasi yang baik antara guru dengan siswa
sehingga antara guru dan siswa tidak ada pembatas. Yang mana jika tidak ada
pembatas antara guru dan siswa akan dengan mudah untuk mencari atau mengetahui
jalan keluar dari suatu permasalahan.
2
Inkuiri
Inkuiri ialah siswa mampu menemukan jawaban
sendiri dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Pengajaran inkuiri merupakan
bentuk pengajaran yang mengenalkan konsep-konsep secara induktif. Perbedaaan
yang mendasar antara pengajaran inkuiri dengan pemecahan masalah yakni
pengajaran inkuiri lebih menekankan pada pengembangan kemampuan pemecahan
masalah yang terbatas pada disiplin ilmu bukan pada masalah yang ada dalam
kehidupan sehari-hari.
3.
Portofolio
Kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan
terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang
ditentukan. Portofolio biasanya merupakan karya terpilih dari
seorang siswa. Tetapi dapat juga berupa karya terpilih dari satu kelas secara
keseluruhan yang bekerja secara kooperatif.
c Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif pembelajaran yang menghendaki siswa belajar secara bersama-sama,
saling membatu satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang
dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Pembelajaran
Nilai
1. Bermain Peran
Suatu proses belajar di mana siswa melakukan
sesuatu yang dilakukan orang lain (S.Hamid Hasan, 1996: 265). Dalam proses
belajar bermain peran siswa diajak untuk berpikir, berperan, dan bertindak bukan
sebagai dirinya tetapi sebagai orang lain.
2. Sosio Drama
Ada perbedaan antara sosio drama dengan
bermain peran yakni bermain peran lebih luas ruang lingkupnya sedangkan drama
sosial membatasi pada permasalahan yang menyangkut aspek sosial dalam masyarakat.
Perbedaan yang kedua yakni dalam penentuan peran. Dalam sosio drama sebuah
peran dapat ditentukan secara langsung setelah sebuah permasalahan sosial
dibahas oleh guru di dalam kelas. Peran yang dimainkan oleh siswa tidak
memerlukan persiapan khusus seperti dalam bermain peran. Dalam sosio drama
reaksi spontan siswa dalam memainkan peran lebih diutamakan sehingga apa yang
dikemukakan siswa sebagai pemegang peran akan berbeda dengan yang
aslinya.
e. Pembelajaran
Peta dan Globe
Pembelajaran ketrampilan peta dan globe
merupakan salah satu metode dalam pembelajaran geografi. Namun, pembelajaran
ini tidak hanya menunjang pembelajaran geografi saja, pembelajaran sejarah,
pendidikan kewarganegaraan, sosiologi bahkan Bahasa Indonesia. Dalam
pembelajaran ini siswa diharapkan mampu membaca dan menunjukkan tempat serta
analisa dalam peta dan grafik. Kita ketahui peta tidak hanya menunjukkan lokasi
satu daerah namun, dalam peta memiliki segudang informasi mengenai penduduk,
tempat wisata, pertambangan dan lain-lain.
f. Pembelajaran
Aksi Sosial
• Newmann (1975:8) model pembelajaran aksi
sosial merupakan pola dan aktivitas belajar siswa baik di dalam atau dengan
kelompok yang dilakukan dengan keterlibatan masyarakat sebagai aktivitas di
mana siswa mendemonstrasikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial.
Misalnya menyelenggarakan studi, partisipasi kerja secara sukarela, aktif
mengadakan pendampingan di dalam atau di luar sekolah, dan aktivitas nyata
siswa untuk mempengaruhi kebijakan publik di masyarakat yang dilakukan di luar
sekolah.
•
Nasution (1997:179): model pembelajaran aksi social sebagai suatu teknik
mengajar guna membantu anak didik mengembangkan kompetensi social atau
kewarganegaraan, sehingga dapat melibatkan diri secara aktif dalam perbaikan
masyarakat.
2.5
Hubungan Perencanaan Pembelajaran IPS dengan Strategi Kognitif IPS
Mata
pelajaran IPS di Sekolah Dasar merupakkan program pengajaran yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat maupun masalah yang dialami oleh dirinya sendiri.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program pelajaran IPS di sekolah dapat
diorganisasikan secara baik.
Agar
seorang guru dapat mengorganisasikan pembelajaran IPS dengan baik dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru dapat membuat perencanaan
pembelajaraan yang sering disebut sebagai RPP. Perencanaan pembelajaran ini
bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya perencanaan pembelajaran tersebut memiliki tujuan untuk
memungkinkan guru memilih strategi mana yang sesuai digunakan dalam
pembelajaran sehingga proses pembelajaran tearah dan dapat mencapai tujuan yang
telah dirumuskan . Dengan adanya RPP, maka memudahkan guru untuk menyusun
strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. perencanaan dan strategi
pembelajaran, merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi.
Perencanaan pembelajaran kemudian di
diimplementasikan kedalam bentuk stategi pembelajaran sehingga akan keluarlah
hasil yang dicapai. Adapun hasil pembelajaran yang telah dicapai sangat
ditentukan oleh kualitas pembelajaran, kualitas perencanaan pembelajaran dan
strategi pembelajaran yang tergantung pada kurikulum yang diberlakukan. Dengan
adanya RPP dan strategi pembelajaran maka dapat tercapai rencana pembelajaran
yang telah dibuat, dan proses pembelajaran berjalan lancar.
Klp 9
2.1 Pendidikan
Multikultural IPS SD
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan
masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang
mereka anut.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudayaan itu sendiri
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita
nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu
bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
2.2 Tujuh unsur kebudayaan universal
·
Sistem Religi
Kepercayaan
manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa
ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
·
Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem
yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk
yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing –
masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
·
Sistem Pengetahuan
Sistem
yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda
sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu
disampaikan agar yang lain juga mengerti.
·
Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi
Terlahir
karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu
ingin lebih.
·
Sistem Teknologi dan Peralatan
Sistem
yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang
baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk
hidup yang lain.
·
Bahasa
Sesuatu
yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk
mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang
dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
·
Kesenian
Setelah
memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
2.3 Tiga Wujud Kebudayaan Menurut Dimensi Wujudnya
Ø Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia
Kebudayaan yang muncul dan hidup karena adanya gagasan –
gagasan baru, konsep yang matang serta buah dari pikiran yang kreatif. Wujudnya
dapat ditemukan dalam sebuah buku – buku, arsip dan sebagainya.
Ø Kompleks aktivitas
Aktivitas manusia dengan lingkungan sekitar dalam kegiatan
sehari hari dari waktu ke waktu memunculkan sesuatu untuk diabadikan, difoto
dan juga diobservasi.
Ø Wujud sebagai benda
Aktivitas manusia sehari – hari umumnya dilakukan dengan
menggunakan benda sebagai sarana dan prasarana. Dari situ lahir kebudayaan
dalam bentuk fisik yang konkret, bisa bergerak maupun tidak
2.4 Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Yunani yang merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang berarti perantara atau pengantara. Media memiliki
pengertian yang beragam, namun pada intinya media adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menyampaikan informasi/pesan yang disampaikan pengirim
(komunikator) kepada penerima (komunikan) dengan tujuan tertentu.
Salah satu media yang bermakna bagi
pengembangan kesadaran akan multikulturalisme
adalah pendidika IPS. Pendidikan IPS merupakan sarana efektif untuk menanamkan
kesadaran multikultural, karena salah
satu misi pendidikan IPS pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah:
membekali peserta didik dengan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan moral
serta keterampilan hidup yang berguna dalam memahami diri dan lingkungan bangsa
serta negaranya (Hasan, 2005). Lingkungan yang dimaksud dalam konteks ini salah
satunya adalah keberagaman suku, agama, ras, etnis, dan bahasa yang ada di
negara Indonesia. Pendidikan yang selama ini ditanamkan dalam kurikulum
pendidikan dasar hingga perguruan tinggi
telah menjelaskan konsep keberagaman tersebut. Namun, implementasi pendidikan
IPS selama ini belum optimal dalam menekankan pendidikan tentang keberagaman
yang bersifat normatif.
Pengalaman Penataran P4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di zaman orde baru, pengajaran PSPB
(Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) pada pendidikan dasar dan menengah, mata
kuliah Kewiraan yang sarat dengan indoktrinasi
di perguruan tinggi pada dasarnya juga dimaksudkan untuk mewujudkan
nasionalisme, kesadaran persatuan dan integritas
kebangsaan. Namun faktanya, pemahaman terhadap multikultur kebangsaan oleh masyarakat belum berhasil mencapai
sentuhan kesadaran yang utuh, terbukti masih adanya gerakan anti multikultural, seperti gerakan sparatis dan konflik yang berbau
sara.
Bila dikaitkan dengan dunia pendidikan atau pembelajaran
yang sering disebut dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Jenis-jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran
meliputi: gambar diam, gambar gerak, rekaman bersuara, televisi, benda-benda
hidup, simulasi maupun model serta instruksional berprogram ataupun CAI
(Computer Assisten Instruction).
2.5 Hubungan Pendidikan
Multikultural IPS Berbasis Kebudayaan
dan Media Pembelajaran.
Kebudayaan sebagai segala sesuatu yang akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, secara langsung memiliki hubungan yang erat dengan media
pembelajaran dan tenaga profesi.
Karena bagaimanapun juga kita telah mengenal bahwa
masyarakat Indonesia sekarang ini dan di masa akan datang merupakan masyarakat
yang berbudaya teknologi. Artinya bahwa adanya perkembangan teknologi yang
telah berlangsung sedemikian besar dan cepatnya hingga menyebar secara luas dan
mempengaruhi segenap aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Dengan adanya perkembangan tersebut diatas, maka
memungkinkan untuk diselenggarakannya dan diciptakannya suatu inovasi dan
pembaharuan akan media pembelajaran yang akan meningkatkan keefektifan kegiatan
belajar mengajar. Khususnya hal ini diperuntukan dan perlu diperhatikan bagi
tenaga profesi teknologi pendidikan yang berusaha untuk menggabungkan tuntutan
akan pendidikan dan tantangan perkembangan sesuatu yang baru dan diharapkan
dengan adanya sesuatu yang baru tersebut dapat menciptakan dan menambah sebuah
nilai tambah dari langkah sebelumnya. Dorongan untuk melakukan hal tersebut
tentunya didasarkan oleh berbagai kenyataan yang meliputi:
·
Adanya orang-orang yang belajar yang belum pernah memperoleh
perhatian yang cukup tentang kebutuhan, kondisi dan tujuannya.
·
Adanya orang yang ingin belajar tetapi tidak cukup
memperoleh pembelajaran dari sumber-sumber tradisional, maka perlunya
sumber-sumber baru.
·
Adanya sumber-sumber baru seperti orang, isi pesan, bahan,
dan alat serta lingkungan.
·
Adanya kegiatan yang bersistem dalam mengembangkan sumber
belajar.
·
Adanya pengelolaan atas kegiatan belajar yang memanfaatkan
berbagai sumber, kegiatan menghasilkan dan atau memilih sumber belajar.
Kelima dorongan tersebut diatas merupakan gejala yang
menjadi bidang garapan para teknologi pendidikan yang dilakukan dengan
pendekatan isomeristik yang meliputi:
·
Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi,
komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-lain secara bersistem.
·
Memecahkan masalah secara menyeluruh dan serempak dengan
memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling keterkaitannya.
·
Digunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk
membantu memecahkan masalah.
·
Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan
pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekadar penjumlahan.
Seusai Perang Dunia II mulai dikembangkan pengalaman di
kalangan angkatan bersenjata tersebut untuk keperluan pendidikan dan pelatihan.
Pada saat itu, pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih berorientasi teoritis
dan mengganggap fungsinya adalah mempersiapkan peserta didik untuk masa depan
yang siap latih atau siap memasuki dunia kerja atau dengan landasan “just in case”. Untuk itu, pada zaman
sekarang ini, perkembangan budaya dan teknologi sangat dirasakan begitu cepat
perkembangannya dan diperlukannya tenaga profesi yang mampu untuk bergerak
lebih maju mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
Untuk itu, bagi para tenaga profesi yang mampu bergerak
mengimbangi pesatnya perkembangan kebudayaan teknologi harus mempunyai komitmen
yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesionalnya dalam menyelenggarakan
proses belajar bagi setiap orang dengan dikembangkannya dan digunakannya
berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pembelajar
serta perkembangan lingkungan. Sebut saja, pada zaman dahulu pembelajaran hanya
diperoleh dari orang-orang terpercaya yang ada di sekitar lingkungan yang dapat
mendidik setiap individu. Seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi,
maka guru dan buku telah dipercaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
dunia pendidikan sebagai media belajar. Dan yang terakhir, adalah sekarang ini
munculnya teknologi-teknologi komputer yang dapat digunakan oleh tenaga profesi
dalam melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut menjadi cermin atas apa yang
dikatakan oleh Sir Eric Ashby (1972, h.9-10) tentang 4 revolusi yang terjadi
dalam dunia pendidikan, yakni :
·
Revolusi pertama, orang tua/keluarga mempercayai orang lain
untuk memberikan pendidikan kepada anaknya karena orang tua sudah tidak mampu
untuk mendidik.
·
Revolusi kedua, guru bertanggung jawab dalam mendidik,
disampaikan secara verbal/lisan, dan dilembagakan dengan berbagai ketentuan.
·
Revolusi ketiga, buku dijadikan media utama dalam pendidikan
yang sejalan dengan ditemukannya mesin cetak yang memberikan informasi iconic
dan numeric.
·
Revolusi empat, perkembangan teknologi yang pesat
menyebabkan pesan-pesan disampaikan lebih cepat dan lebih bervariasi.
Untuk sekarang ini, dengan adanya perkembangan budaya dan
teknologi, dalam bidang pendidikan tidak hanya guru yang harus bisa dan mampu
menggunakan media yang tersedia untuk menunjang kegiatan mengajarnya, namun
diperlukannya juga tenaga profesi lainnya seperti tenaga ahli media pendidikan.
Dimana tenaga ahli media pendidikan ini bertugas dalam merancang, mengembangkan,
memanfaatkan dan mengelola sumber belajar yang ada.
Dengan semakin berkembangnya kebudayaan dengan segala
unsur-unsurnya, guru bukanlah satu-satunya pemegang kendali penuh dalam
kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, guru hanya berperan sebagai pengelola
kegiatan belajar dan siswa dapat belajar dari sumber-sumber lain selain guru
mereka. Sumber-sumber tersebut bisa mencakup buku, masyarakat, media sederhana
dan konvensional serta media-media baru seperti radio, televisi, film, dan
sebagainya.
Akan tetapi, dalam proses pembelajaran budaya-budaya yang
terkait dengan media sederhana dan konvensional tidaklah dihilangkan atau
dihapuskan begitu saja, karena bagaimanapun juga media sederhana dan
konvensional tersebutlah yang menjadi cikal bakal munculnya media-media baru
seperti sekarang ini. Untuk itu, dalam hal ini media sederhana dan konvensional
berperan sebagai pendamping dari media-media baru seperti media komputer dan
internet. Karena seperti yang diketahui bahwa seorang tenaga profesi media
pembelajaran juga membutuhkan sebuah media sederhana dan konvensional untuk
mentransformasikan media-media sederhana tersebut menjadi sebuah media baru
sebagai media pembelajaran guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.
Sehingga dengan begitu, siswa memiliki pengalaman yang lebih
dan kaya akan pengalaman belajarnya karena mereka tidak hanya sekadar belajar
konvensional saja melainkan juga belajar dengan menggunakan model dan metode
yang baru.
Seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat inilah
maka perlu juga diadakannya sebuah pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi
mereka-mereka yang berperan sebagai tenaga profesi untuk memberikan sebuah
kesiapan mental tenaga profesi agar mereka mampu bekerja sebagai tenaga
professional dalam hal mendidik dan mengajar.
Sebenarnya pendidikan dan pelatihan dalam bidang media
pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun 1950-an di sekolah guru (SGB dan
SGA). Latihan ini diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan tenaga yang
berkarier dalam bidang media pendidikan. Adapun tenaga yang dipersiapkan
meliputi penulis naskah, produser, penilai, dan pengelola pemanfaatan siaran
radio pendidikan.
Dalam lingkungan pekerjaan dirasakan perlunya setiap
individu untuk terus-menerus belajar mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan
lingkungan dengan melakukan pelatihan atau penataran lingkungan kerja, baik itu
dengan tenaga pelatih dari dalam lingkungan sendiri atau mendatangkan pelatih
dari luar.
Pada hakekatnya, hubungan kebudayaan, media pembelajaran dan
tenaga profesi terletak bagaimana seorang tenaga profesi mampu memanfaatkan
berbagai macam media pembelajaran di tengah pesatnya perkembangan kebudayaan
yang semakin cepat guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.
Klp 10
2.1 Pengertian Penilaian (Evaluasi)
Menurut Sardiyo (2009: 3) penilaian
adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
efisiensi suatu program. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan,
pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh
melalui pengukuran untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja atau
prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Sukardi (2008:1) bahwa evaluasi atau penilaian merupakan proses yang menentukan
kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Evaluasi juga merupakan
proses memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengkomunikasikan suatu
informasi bagi keperluan pengambil keputusan. Menurut Oktaviandi (2012)
penilaian atau assessment adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam
alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian hasil belajar pada
dasarnya berfokus pada bagaimana guru dapat mengetahui hasil pembelajaran yang
telah dilakukan. Guru harus mengetahui sejauh mana siswa telah mengerti bahan
yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan
pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.
Evaluasi, penilaian, dan pengukuran
merupakan tiga istilah yang sering rancu untuk digunakan. Menurut Cangelosi
dalam Oktaviandi (2012) dijelaskan bahwa
- Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
- Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
- tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
- Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan yang dimaksud pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa penilaian adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan
hasil belajar peserta didik sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk
pengambilan keputusan dalam menentukan tingkat pencapaian kompetensi.
2.2 Tujuan
Penilaian (Evaluasi)
Menurut Arikunto (2010:10) tujuan penilaian (Evaluasi)
sebagai berikut:
1.
Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara
mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau
penilaian terhadap siswanya. Penilaian tersebut mempunyai berbagai tujuan yaitu
:
a)
Untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b) Untuk
memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c) Untuk
memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
d) Untuk
memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2.
Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian guru
dapat melakukan diagnosis pada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya sehingga
dapat diketahui sebab-sebab kelamahan dan cara untuk mengatasinya.
3.
Penilaian bersifat sebagai
penempatan
Dalam menentukan pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan kelompok dapat dilakukan penilaian. Penilaian
digunakan untuk menentukan posisi pasti di kelompok mana seorang siswa harus di
tempatkan. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian sama akan berada
dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4.
Penilaian berfungsi sebagai pengukur
keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
2.3 Prinsip
dan Acuan Penilaian pada
Pembelajaran IPS
Dalam melaksanakan penilaian
(evaluasi) hasil belajar pada pembelajaran IPS, pendidik perlu memperhatikan
prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:
1.
Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi
(standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan.
Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan
alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2.
Objektif dan Adil
Penilaian hasil belajar peserta
didik tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik dan tidak
dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama,
sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional.
3.
Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian
dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik
dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
4.
Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran.
5.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
6.
Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat
ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua
serta masyarakat
7.
Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
8.
Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun
hasilnya.
9.
Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh
pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan.
Dalam melakukan penilaian, selain memperhatikan
prinsip juga harus memperhatikan acuan yang dipakai dalam penilaian. Berikut
ini beberapa acuan penilaian pada pembelajaran IPS sebagai berikut:
- Acuan norma (norm reference)
Acuan norma merupakan acuan
penilaian yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif seorang
siswa terhadap siswa lain di dalam kelompok kelasnya (Sukardi, 2008:22).
Pada acuan norma nilai atau skor siswa dibandingkan dengan nilai atau skor
siswa sekelompoknya digunakan pada pembelajaran yang bersifat kompetitif.
Penilaian dengan acuan norma diterapkan pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan norma menurut Pusat Kurikulum dalam Amin (2011)
digunakan untuk :
a) Menentukan ranking
siswa dalam satu kelas.
b) Mengelompokkan siswa
dalam satu kelas berdasarkan prestasi belajar.
c) Menentukan/
menyeleksi siswa ke dalam kelas unggul dan kelas normal.
d) Membandingkan antar
siswa.
e) Menyeleksi siswa yang
mewakili lomba antar sekolah.
f) Menyeleksi siswa yang hendak melanjutkan
ke jenjang lebih tinggi.
- Acuan Kriteria
Acuan kriteria adalah acuan
penilaian dimana hasil penampilan siswa menunjukkan posisinya sendiri terhadap
kriteria tertentu tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain
(Sukardi, 2008: 23). Pada acuan kriteria nilai atau skor yang diperoleh siswa
dibandingkan dengan standar tertentu yang ditentukan sebelumnya, biasanya
digunakan pada pembelajaran koperatif dan individualistik, dan nilai yang
diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap
mata pelajaran yang bersangkutan. Penilaian menggunakan acuan kriteria
digunakan pada KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan kriteria
Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a) Menentukan sejauh mana siswa telah mencapai
target/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum
b) Memberikan remidi atau
pengayaan bagi siswa-siswa tertentu
c) Memperkirakan mutu suatu sekolah
berdasarkan standar mutu nasional yang
tergambar dalam pencapaian daftar kompetensi yang tercantum dalam
kurikulum oleh siswa.
2.4 Teknik dalam
Penilaian (Evaluasi) Pembelajaran IPS
Penilaian pembelajaran baik proses
maupun hasil belajar selayaknya memenuhi bersifat komprehensif mencakup seluruh
potensi dan kemampuan peserta didik disamping perlu memenuhi rasa keadilan bagi
peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menilai selayaknya
menggunakan teknik tes dan non-tes.
1.
Tes
Syarat-syarat tes yang baik antara
lain harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak diukur dan harus
andal (reliable). Keandalan dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketepatan
(precision) dan keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan.
Sebelum merancang sebuah test,
terlebih dahulu harus memperhatikan tujuan tes dan kisi-kisi tes. Tujuan tes
dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam pokok bahasan
tertentu setelah materi diajarkan. Selain itu dapat juga digunakan untuk
mengetahui kesulitan belajar siswa. Sedangkan kisi-kisi merupakan rambu-rambu
ruang lingkup dan isi soal yang akan diujikan. Sebelum membuat kisi-kisi tes
terlebih dahulu harus melihat kurikulum sekolah yang digunakan.
2.
Non Tes
Non tes merupakan salah satu bentuk
penilaian dalam mengambil keputusan terhadap hasil proses pembelajaran untuk
kompetensi yang bersifat afektif atau kompetensi yang tidak dapat diukur secara
kuantitatif. Apabila penilaian dengan tes selalu dapat dinyatakan dengan
angka/skala maka penilaian dengan teknik non-tes, umumnya menghasilkan
deskripsi secara kualitatif meskipun untuk kompetensi tertentu ada yang berupa
angka/skala. Beberapa teknik non tes antara lain:
a.
Panduan Observasi
Pada jenjang Sekolah Dasar alat
penilaian non tes dapat dikembangkan sendiri oleh guru kelas (teacher-made)
yang bersangkutan. Demikian pula, panduan observasi dapat dikembangkan oleh
guru sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya bias akibat subyektifitas
guru. Namun inilah ciri khas dari penilaian afektif yang tidak mjungkin steril
dari pengaruh subjektivitas guru. Ada beberapa petunjuk untuk mengurangi
kelemahan dalam penyusunan panduan observasi (Zaenul, 1993: 67):
ü Rencanakan
terlebih dahulu apa yang akan diamati, untuk menghindari tertariknya pengamat
pada hal lain yang menarik perhatiannya. Selain itu juga ditetapkan tingkah
laku apa yang akan diamati, kriterianya, yaitu yang paling besar kontribusinya
untuk menjelaskan hasil belajar peserta didik.
ü Agar
observasi dapat dilakukan secara cermat dan kontinyu untuk memperoleh data yang
seobjektif mungkin, maka diperlukan alat perekam data observasi yang mudah dan
jelas untuk dilaksanakan.
ü Sebaiknya
melibatkan orang lain selain guru sebagai pengamat dalam melakukan pengamatan,
misalnya saja orang tua murid, konselor, wali murid, guru lain, teman sebaya
dan sejenisnya. Dengan demikian orang tua peserta didik terlibat secara
langsung dalam pembelajaran.
b.
Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk
menilai sikap dalam pembelajaran, banyak digunakan skala sikap Likert. Dalam
skala ini pernyataan afektif menunjukkan pernyataan yang secara langsung
mengungkapkan perasaan terhadap suatu objek sikap. Sedangkan pernyataan
psikomotor menunjukkan pernyataan pilihan tingkah laku atau maksud tingkah laku
yang berkenaan.
3.
Daftar Check-list
Daftar ceklis adalah suatu alat
penilaian non tes yang digunakan secara terstruktur untuk memperoleh informasi
tentang sesuatu yang diamati. Alat ini sangat bermanfaat untuk menilai hasil
belajar ataupun proses pembelajaran secara lebih rinci. Penggunaannya sangat
sederhana, karena hanya dengan membubuhkan tanda ceklis pada kolom yang sesuai
dengan apa yang diamati.
4.
Wawancara
Pedoman wawancara disusun seperti
daftar pertanyaan yang akan diajukan saat wawancara. Respondennya adalah
peserta didik. Ada sedikit perbedaan antara pedoman wawancara dengan pertanyaan
saat ujian lisan. Pedoman wawancara tidak menghendaki jawaban yang benar atau
salah seperti dalam ujian lisan yang menentukan lulus atau tidak lulus,
melainkan hanya mengungkapkan informasi tentang sikap yang digali yang dapat
menggambarkan keadaan peserta didik saat itu.
5.
Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil
kerja siswa yang terbaik. Portofolio sebagai salah satu penilaian dimaksudkan
penilaian terhadap hasil karya siswa. Kumpulan pekerjaan siswa biasanya berupa
sampel termasuk foto-foto kegiatan, komentar-komentar secara tertulis termasuk
perasan, sikap terhadap topik kegiatan, dan keinginan siswa yang perlu
diketahui guru yang selanjutnya dimasukkan kedalam folder. Portofolio merupakan
alat yang sangat baik sebagai bahan bagi guru ketika bertemu dengan orang tua
siswa. Guru dapat menjelaskan secara kronologis tentang aktivitas siuswa dan
hasilnya. Jadi penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian
kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.